Kita Naif, Cinta atau Fanatik Terhadap Agama? -PART 2-
Oleh : Noval Kurniadi
Semakin maraknya sinetron yang memakai embel-embel ‘religi’ dalam
penyiarannya, terkadang bisa mempengaruhi pola pikir kita. Mengaku cinta
agama, tetapi malah membuat seseorang memicingkan mata bahkan bisa
berimbas pada sikap sentimentil terhadap suatu agama tertentu.
Seakan-akan agama yang seseorang anut, apapun itu agamanya lebih baik
daripada penganut agama lain. Padahal pada dasarnya setiap agama itu
mengajarkan kepada kebaikan. Entah itu Islam, Kristen Katolik, Kristen
Protestan, Hindu, Buddha bahkan hingga Kong Hu Chu sekalipun mengajarkan
penganutnya tentang kebaikan.
Misalnya saja dalam agama
Hindu. Jika dalam agama Islam dikenal dengan yang namanya rukun Islam,
Iman dan Ihsan. Maka dalam agama Hindu dikenal yang namanya Pancashrada.
Mereka adalah Widhi Tattwa - percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala aspeknya. Atma Tattwa - percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk. Karmaphala Tattwa - percaya dengan adanya hukum sebab-akibat dalam setiap perbuatan. Punarbhava Tattwa - percaya dengan adanya proses kelahiran kembali (reinkarnasi). Moksa Tattwa - percaya bahwa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan akhir manusia.
Tak
hanya itu, jika dalam agama Islam para penganutnya mengenal larangan
memakan babi, maka dalam agama Hindu dikenal dengan larangan memakan
sapi. Bedanya, jika dalam Islam larangan itu disebabkan karena babi
‘haram’, maka dalam agama Hindu itu dikarenakan mereka menghormati
makhluk ciptaan Tuhan. Menurut ajaran agama Hindu, sapi merupakan
lambang dari ibu pertiwi yang memberikan kesejahteraan kepada semua
makhluk hidup di bumi ini. Ada perbedaan istilah antara “menghormati”
dan “memuja”. Ajaran agama Hindu memang memperlakukan sapi secara
istimewa untuk menghormati sapi, tetapi bukan untuk memujanya. Agama
Hindu hanya memuja satu Tuhan, “eko narayanan na dwityo sti kascit” tapi menghormati seluruh ciptaanTuhan, terutama yang disebut “ibu”.
Bagaimana
dengan agama lain semisal Buddha? Tak jauh berbeda. Agama Buddha juga
pada dasarnya mengajarkan penganutnya pada kebaikan. Dalam agama Buddha dikenal istilah Pancasila Buddhis yaitu:
- Pannatipata veramani sikkhapadang sammadiyammi, yang artinya saya bertekat akan melatih diri untuk menghindari pembunuhan makhluk hidup.
- Adinnadana veramani sikkhapadang sammadiyammi, yang artinya saya bertekat akan melatih diri untuk menghindari mengambil sesuatu yang tidak diberikan.
- Kamesu micchacara veramani sikkhapadang samadiyami, yang artinya saya bertekat akan melatih diri untuk menghindari perbuatan asusila.
- Musavadha veramani sikkhapadang samadiyami, yang artinya saya bertekat akan melatih diri untuk menghindari menghindari ucapan tidak benar.
- Surameraya majjapamadatthana veramani sikkhapadang samadiyami, yang artinya saya bertekat akan melatih diri untuk menghindari mengonsumsi segala zat yang dapat menyebabkan hilangnya kesadaran.
Coba
perhatikan antara rukun iman, pancashrada dan pancasila Buddhis.
Memang, ajaran-ajaran yang diterapkan itu berasal dari agama yang
berbeda. Namun jika kita telaah lebih dalam, bukankah ada persamaan di
antara ketiganya? Bukankah sama-sama mengajarkan kepada kebaikan? Adakah
dari Rukun iman, Panchasrada maupun pancasila buddhis yang mengajarkan
para penganutnya untuk saling bunuh membunuh atau berbuat keji? Tidak
ada bukan?
Aku tidak mengatakan bahwa maraknya sinetron
yang mengusung unsur suatu religi itu buruk. Namun jika terlalu
mendominasi dan bahkan terkadang masih diragukan unsur religiulitasnya,
ini bisa berdampak pada kekurangpahamannya kita terhadap keberagaman
yang ada.
Kamu pasti kenal India kan? India adalah negara
berpenduduk muslim terbesar ketiga di dunia. Kendati demikian bukan
berarti Islam adalah agama terbesar di negeri Shah Rukh Khan tersebut.
Agama mayoritas India justru adalah Hindu disusul dengan agama minoritas
yaitu Islam, Buddha, Kristen dan lain-lain. Namun sayang,
kemayoritasannya ini berdampak pada dominasinya dunia pertelevisian di
negeri India. Meski tidak selamanya mengusung unsur religi, tetapi
rata-rata tayangan hollywood memuat unsur-unsur agama mayoritas di
negeri tersebut. Sementara tayangan seputar agama minoritas atau
tayangan yang bersifat universal tampaknya menjadi dahaga tersendiri
bagi penganutnya. Bagi mereka yang ada di posisi sebagai 'mayoritas'
adalah bagus, namun sebenarnya ini patut disayangkan. Maka jangan salah
jika di negeri di Asia Selatan itu sering terjadi pertikaian antar
agama, khususnya antara agama mayoritas dengan agama minoritas.
Tampaknya
tragedi yang terjadi akhir September 2010 adalah salah satu buktinya.
Kala itu terjadi ketegangan antara kedua umat beragama di India.
Kronologisnya adalah para pemeluk Hindu garis keras menghancurkan Mesjid
Babri di kota Ayodhya pada 1992. Tindakan ini langsung memicu
bentrokan antar pemeluk kedua agama, menewaskan 2000 orang di seluruh
India. Umat Hindu mengatakan bahwa mesjid yang dibangun pada tahun 1528
oleh kaisar Babur dari kekaisaran Mughal didirikan tepat pada lokasi
lahirnya dewa mereka, Rama. Umat Hindu ingin agar mesjid itu diratakan
sehingga mereka dapat membangun kuil Rama di tempat itu. Sementara umat
muslim ingin mendirikan kembali Mesjid Babri yang hancur. Sungguh
ironis!
Kamu tau karena apa? Ini karena yang mayoritas
hanya memahami tentang apa yang mereka ketahui, dalam hal ini dunia
pertelevisian. Sementara yang minoritas seolah tabu untuk dibicarakan.
Alhasil pertikaian pun tak dapat dielakkan.
*bersambung*
Comments
Post a Comment