Tak terasa ternyata sudah sebulan saya
menyandang status sebagai ‘mahasiswa’. Bukan perkara mudah. Sebab kata ‘maha’
di depan kata ‘siswa’ menandakan bahwa ada tanggung jawab yang lebih besar
ketimbang kata ‘siswa’ tanpa ‘maha’. Artinya, sejak lebih dari 30 hari yang
lalu tanggung jawab saya sebagai seorang hamba-Nya bertambah ketimbang masih
berstatus sebagai pelajar.
FYI, saya adalah mahasiswa jurusan
sastra Inggris di salah satu universitas negeri di Jakarta. Nah, sebagai
mahasiswa yang baik dan benar, menguasai bahasa Inggris dengan lancar adalah
suatu kewajiban. Maka memperbanyak latihan adalah salah satu cara ampuh yang
bisa dilakukan.
Sayangnya, bahasa itu perlu
pembiasaan. Mustahil rasanya kita bisa lancar berbahasa jika kita tidak
memiliki lawan bicara. Enggak mungkin dong kita ngomong sama tembok?
Ngomong sama tembok. Hobi terfavorit 2012.
Beranjak dari itulah, saya beserta
enam teman saya yang lain yang terdiri dari Nita, Anna, Fikri, Khapsoh dan Mila
akhirnya berinisiatif untuk membentuk kelompok belajar. Kelompok belajar ini
bermula dari keinginan Fikri yang ingin memperlancar bahasa Inggris namun
sayangnya ia tidak menemukan tempat kursus yang gratis. (Ya iyalah, hare gene…)
Alhasil ia pun mengirimkan sms pada kita berlima yang isinya adalah ajakan
untuk membentuk kelompok belajar. Alhamdulillah… responnya positif!
Perlu diingat, kita enggak membatasi
lho siapa-siapa aja yang ingin gabung dalam kelompok belajar ini. Kita juga
enggak milih-milih temen lho siapa-siapa aja yang mau berpartisipasi dalam
kelompok belajar. Masa sih orang ingin mencari ilmu dilarang? Justru kita yang
dosa kalau kita melarang orang untuk belajar. Jadi kalau ada orang lain yang
ingin gabung, silakan. Hanya saja… kita berenam sudah merasa ‘cocok’ terlebih
dahulu. Apa ya istilahnya?? Istilahnya itu… kita berenam udah dapet kemistri
dan punya tujuan yang sama!
Saya pernah nulis status di facebook
deh kalo enggak salah. Isinya itu, “Kita boleh saja memiliki 1000 orang teman,
namun kita belum tentu bisa nyambung dengan ke-1000 orang tersebut. Makanya ada
istilah teman yang akrab dan teman yang kurang akrab.”
Bukan salah kita kalau kita kurang
akrab sama seseorang atau bukan salah orang lain juga kalau mereka kurang akrab
sama kita. Ini hanya masalah “menerima” atau “kurang menerima” (entar deh kalau
saya sempet akan saya bahas) karakter seseorang. Makanya daripada buat kelompok
belajar tapi kita ‘gak nyambung’ lalu pada akhirnya kita ‘kurang lepas’ dan
ujung-ujungnya hasil belajar yang didapatkan kurang maksimal, lebih baik kita
membentuk kelompok belajar dengan orang-orang yang ‘nyambung’ dengan kita. Lagipula
kalau belajar sekelas juga kurang efektif. Jadi lebih baik yang lain bentuk
kelompok belajarnya masing-masing juga –tentunya yang sudah ‘klop’ satu sama
lain.
Kembali ke kelompok belajar! Senin, 1
Oktober 2012 menjadi cikal-bakal terbentuknya kelompok belajar ini. Selepas
kuliah, tepatnya sekitar pukul 13.00 WIB, kita berenam berkumpul di Masjid Fathullah
yang terletak di depan kampus. Pertemuan perdana ini dimaksudkan untuk membuat
konsep kira-kira mau dibawa ke mana kelompok belajar ini dan bagaimana konsep
belajar yang baik. Seharusnya Fikri dan Faiz juga terlibat (jadi seharusnya ada
8 orang). Namun lantaran mereka tidak bersama saya dan Fikri kala itu karena
mereka sedang gangnam style (loh?), jadinya hanya 6 orang saja yang menjadi
‘pionir’ dalam pembentukan kelompok belajar ini.
Bahkan Aristoteles pun gangnam style!
Setelah berdiskusi selama beberapa jam,
akhirnya kita berenam sepakat bahwa untuk belajar bareng dilaksanakan setiap
Senin dan Jumat setiap minggunya. Untuk Senin, kita belajar bareng setiap
selesai kuliah alias sekitar pukul 13.00 WIB dengan reading dan speaking
sebagai pokok bahasannya. Sedangkan untuk Jumat, berhubung kuliah dimulai pada
pukul 09.20 WIB, maka kita memulai kegiatan belajar barengnya setiap pukul
07.30 WIB –lebih awal- dengan structure dan
pronouncation sebagai pokok
bahasannya.
FYI, kita juga punya kegiatan harian
lho… Untuk kegiatan harian, kita sepakat untuk mengirimkan 3 vocab beserta
pronounciationnya setiap harinya lewat sms secara bergantian. Agar tidak
bingung, tugas ini dilaksanakan berdasarkan abjad nama terakhir hingga terawal
(Sarinita => Noval => Khapsoh => Mila (Arfah) => Ana => Fikri
(Ahsanul) ). Misalnya hari ini saya yang bertugas mengirim vocab. Jadi saya
mengirimkan 3 vocab beserta cara membacanya kepada semua anggota kelompok
belajar. Nah, besoknya giliran Khapsoh, besoknya lagi giliran Mila dan begitu
juga seterusnya. Sebagai follow-up,
kita pun berlatih berbicara dengan membuat kata-kata yang terbentuk dari
vocab-vocab yang sudah kita susun.
Oh ya! Enggak cuma polisi, dalam
kelompok belajar, kita juga punya aturannya lho! Ya dong! Soalnya kalau enggak
pake aturan, kita kurang termotivasi untuk bisa berbicara bahasa Inggris dengan
lancar. Nah, aturan yang kita tetapkan adalah untuk 2 minggu pertama kita boleh
berbicara dengan bahasa Indonesia atau dimix
dengan bahasa Inggris. Namun pada hari-hari berikutnya kita harus
memaksimalkan penggunaan bahasa Inggris. Tujuannya supaya semakin sering kita
membiasakan, maka akan semakin lancar juga kemampuan berbahasa Inggris kita.
Untuk tempat belajar, pertama kali
kita memakai Fathullah sebagai tuan rumahnya. Namun setelah kita berpikir bahwa
Fathullah kurang efektif terlebih jika ada yang ‘dapet’, akhirnya pada
pertemuan-pertemuan berikutnya kita memilih perpustakaan utama sebagai tempat
kita berdiskusi dan belajar bareng.
Kita sadar bahwa waktu yang kita
gunakan untuk belajar kelompok terbatas. Hanya 2 kali dalam seminggu. Itu pun
hanya beberapa jam saja. Namun saya percaya bahwa tidak ada yang sia-sia selama
kita berusaha. Intinya konsisten dan kembali lagi kepada diri kita sendiri. Lagipula
bukankah pensil dapat runcing setelah melalui proses yang begitu panjang
termasuk ketika ia harus diraut terlebih dahulu?
Semoga dengan dibentuknya kelompok
belajar ini kita bisa berbahasa Inggris dengan lancar. Amin.*
Comments
Post a Comment