Kalau kita menelaah sejarah, kan seharusnya bisa saja hari Rohana, bukan hari Kartini. Penobatan Kartini sebagai hari bersejarah seakan menyiratkan bahwa Kartinilah pembawa perubahan besar dalam emansipasi perempuan di Indonesia. Padahal bisa jadi ada yang lebih berjasa dan lebih berpengaruh besar ketimbang Kartini.
Kartini pernah bersekolah di Europese Lagere School (ELS) bahkan hingga ia bisa berbahasa Belanda. Namun tidak halnya dengan Rohana Kudus. Ia justru sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan formal, melainkan melalui home schooling. Berbagai pelajaran seperti membaca, menulis, bahasa Arab, bahasa Belanda, bahasa Melayu, berhitung dipelajarinya.
Rohana adalah jurnalis perempuan pertama Indonesia. Ia sempat menjadi redaktur surat kabar "Radio" dan mengetuai surat kabar "Perempuan Bergerak". Lalu Berbekal kemampuan jurnalistiknya, ia turut membantu pergerakan politik dengan tulisannya. Artikel-artikelnya membakar semangat juang para pemuda untuk melawan Belanda. Rohana memiliki sumber informasi pergerakan politik yang banyak, baik dari Sutan Sjahrir maupun H.Agus Salim. Dengan pengetahuan politiknya, Rohana mengobarkan semangat juang para pemuda untuk segera membebaskan diri dari penjajahan, untuk segera memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Rohana adalah seorang guru, pendiri sekolah khusus perempuan, penulis, wirausaha, dan juga pemimpin redaksi pada berbagai surat kabar perempuan. Tak sampai di sini saja, Rohana juga memelopori berdirinya dapur umum. Dia juga membangun Rohana school dan berperan aktif dalam membantu para gerilyawan. Rohana lah yang mencetuskan ide bernas dalam penyelundupan senjata dari Koto Gadang ke Bukit Tinggi melalui Ngarai Sianok.
Rohana tidak pernah berpikir untuk menuntut persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan dalam segala hal. Namun ia pernah berkata bahwa, “Perputaran zaman tidak akan pernah membuat perempuan menyamai laki-laki. Perempuan tetaplah perempuan dengan segala kemampuan dan kewajibanya. Yang harus berubah adalah perempuan harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik. Perempuan harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan”
Sayang, barulah pada tahun 2008 sejak kematiannya pada tahun 1972 atau 36 tahun setelah dipanggil Sang Ilahi, ia baru dianugerahi bintang jasa utama oleh pemerintah RI.
Rohana telah berjasa bagi negeri ini dan bahkan mungkin melebihi jasa-jasa R.A. Kartini. Padahal bisa saja kan kita memperingati hari Rohana, dan bukan hari Kartini? Namun terlepas dari apakah Kartini lebih pantas dijadikan sebagai peringatan perjuangan perempuan atau justru Rohana atau mungkin lainnya, semoga hari ini bisa dijadikan momentum bagi para pemuda khususnya "Rohana-Rohana" lainnya untuk terus berjuang membangun dan melawan "penjajahan" di negeri ini. Amin.*
Comments
Post a Comment