Sampah plastik
adalah masalah klasik yang masih sering kita hadapi. Apalagi kebiasaan
mayoritas orang Indonesia yang masih beranggapan bahwa kalau beli
sesuatu tidak menggunakan plastik itu tidak afdol, padahal yang
dibelinya sedikit dan bisa dibawa dengan tangan masih melekat.
Akibatnya, tidak sedikit orang yang jika membeli sesuatu di warung pasti
meminta kantong plastik, terlepas apakah ia tahu masalah sampah plastik
atau tidak. Ujung-ujunya plastik akan menjadi tidak terpakai sehingga
menambah daftar panjang jumlah sampah plastik di negeri ini.
Faktanya, sampah plastik butuh waktu hingga ribuan tahun agar bisa lebur dengan tanah. Berdasarkan data statistik persampahan domestik Indonesia saja, jumlah sampah plastik merupakan 14 persen dari total produksi sampah di Indonesia. Untuk di Jakarta sendiri, menurut Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jakarta, tumpukan sampah di wilayah ibukota mencapai lebih dari 6.000 ton per hari dan sekitar 13% dari jumlah tersebut merupakan sampah plastik. Ironisnya, Indonesia merupakan negara berperingkat kedua sebagai negara penghasil sampah domestik di dunia yaitu sebesar 5,4 juta ton per tahun! (sumber : http://www.antaranews.com/berita/417287/produksi-sampah-plastik-indonesia-54-juta-ton-per-tahun).
Jika ini tidak ditindaklanjuti dengan serius, bukan tidak mungkin lambat laun Indonesia menjadi penyumbang terbesar sebagai negara perusak lingkungan di dunia. Waw!
Lantas, setelah membaca blog ini, apa yang harus kita lakukan?
Sejatinya ada banyak cara. Namun bagi pemuda yang satu ini, bersahabat dengan sampah adalah salah satu jawabannya.
Faktanya, sampah plastik butuh waktu hingga ribuan tahun agar bisa lebur dengan tanah. Berdasarkan data statistik persampahan domestik Indonesia saja, jumlah sampah plastik merupakan 14 persen dari total produksi sampah di Indonesia. Untuk di Jakarta sendiri, menurut Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jakarta, tumpukan sampah di wilayah ibukota mencapai lebih dari 6.000 ton per hari dan sekitar 13% dari jumlah tersebut merupakan sampah plastik. Ironisnya, Indonesia merupakan negara berperingkat kedua sebagai negara penghasil sampah domestik di dunia yaitu sebesar 5,4 juta ton per tahun! (sumber : http://www.antaranews.com/berita/417287/produksi-sampah-plastik-indonesia-54-juta-ton-per-tahun).
Jika ini tidak ditindaklanjuti dengan serius, bukan tidak mungkin lambat laun Indonesia menjadi penyumbang terbesar sebagai negara perusak lingkungan di dunia. Waw!
Lantas, setelah membaca blog ini, apa yang harus kita lakukan?
Sejatinya ada banyak cara. Namun bagi pemuda yang satu ini, bersahabat dengan sampah adalah salah satu jawabannya.
SIAPA DIA?
Namanya Ganjar Setyawan Cahyoaji atau biasa dipanggil Ganjar. Usianya masih muda. Ia masih menginjak usia 22 tahun. Pertama kali saya berkenalan dengannya di festival musik bambu nusantara 2013 yang berlangsung di JCC, Senayan pada Agustus tahun lalu. Kala itu ia menjadi seorang fotografer dari komunitas NAC yang secara sukarela mengabadikan momen-momen berharga saat Rumah Angklung menampilkan penampilan terbaiknya di sana.
Sayangnya saat itu saya mengenalnya sambil lalu. Baru dan hanya sekadar kenal nama saja. Saya belum kenal kebiasaan, sifat, latar belakang dan lain sebagainya. Jadi ya sudah, saya mengenalnya tidak lebih dari sekadar nama dan yang saya ingat, pokoknya ia deh yang memotret saya dan teman-teman saat tampil di sana. Itu saja, titik.
Sampai pada akhirnya Ganjar bergabung dengan komunitas Rumah Angklung pada awal 2014, mata saya jadi terbuka lebar tentang siapa dia sebenarnya. Penampilannya yang sederhana dan apa adanya boleh mengesankan bahwa ia biasa-biasa saja. Namun tidak dengan kecerdasan dan kreativitasnya. Ia bukanlah pemuda 'biasa'.
SAMPAH INDONESIA "GO INTERNATIONAL"!
Ganjar melakukan hal-hal yang jarang terpikirkan oleh orang lain. Di saat sebagian besar orang menganggap sampah sebagai suatu hal yang tidak berguna dan bahkan menjijikan, ia justru menganggapnya sebagai sahabat. Ya, ia bersahabat dengannya. Ibarat sebuah ladang, ia adalah pemiliknya. Masalahnya, seperti apakah ladang itu ke depannya tergantung dari si pemiliknya. Apakah si pemilik ladang akan diam saja atau mengembangkannya sehingga menjadi ladang yang indah? Nah, menurut saya, Ganjar termasuk orang yang mengembangkan ladangnya.
Langkah yang ia lakukan terbilang sederhana. Mulanya, ia mengumpulkan terlebih dahulu sampah-sampah plastik bekas makanan atau minuman di sekeliling rumahnya. Entah itu sampah bekas chiki, pop ice, kapal api bahkan hingga sampah bekas bungkus permen. Kebetulan, ibunya membuka sebuah warung, jadi ia tidak mengalami hambatan dalam melakukannya.
Lalu setelah sampah plastiknya terkumpul banyak, ia membuat pola di atas sebuah kanvas atau kertas yang berukuran besar dengan menggunakan alat tulis. Setelah itu ia gunting sampah plastiknya satu per satu sesuai pola lalu ia tempelkan pada kertas atau kanvas yang sudah diberi pola sesuai yang ia inginkan. Padu-padan warna adalah hal yang penting dalam suatu karya agar tidak terlihat monoton. Maka ia pun mengkombinasikan antara sampah dengan satu warna dengan warna lain agar terlihat menarik dan tidak membosankan. Proses pembuatannya bisa dilihat pada foto-foto di bawah ini :
Sampah-sampah plastik untuk membuat lukisan (dok. Ganjar) |
Ganjar saat membuat lukisan dari sampah plastik (dok. Ganjar) |
Ganjar saat membuat lukisan dari sampah plastik (dok. Ganjar) |
Ganjar saat membuat lukisan dari sampah plastik (dok. Ganjar) |
Ini adalah beberapa hasil karyanya yang sudah jadi :
Bahkan kaligrafi pun bisa dibuat dari bahan dasar sampah.
Tidak
hanya sampah plastik saja, ia juga sukses menyulap sampah sampah botol
bekas menjadi benda bernilai ekonomi dan guna. Betapa tidak, dengan
segala kreativitas yang ia punya, simsalabim! botol bekas yang
semula tidak ada apa-apanya ia ubah menjadi gantungan kunci yang
'unyu-unyu' dan menggemaskan seperti tampak pada gambar di bawah ini.Seperti seniman pada umumnya, karya-karya yang ia hasilkan tidak hanya ia nikmati sendiri. Namun ia juga membuka kesempatan bagi siapapun yang ingin memiliki karya-karyanya. Melalui jejaring sosial facebook, ia mempromosikan lukisan ataupun karikatur berbahan dasar sampah plastik dari kisaran harga Rp 15.000 (untuk pihak tertentu) hingga Rp 2.000.000, tergantung masing-masing ukuran dan kemauan. Ibarat peribahasa, sambil menyelam minum air, itulah yang ia lakukan. Sembari menyalurkan 'passion'nya, ia juga dapat meraih penghasilan, dan hebatnya, semuanya ramah lingkungan!
Ia memang tidak berkata secara terang-terangan bahwa, "Ayo buang sampah pada tempatnya!" atau "Ayo kita cintai lingkungan!" atau bahkan "Ayo kurangi pemakaian sampah plastik!". Malah justru karya-karyanya yang berbicara. Mekipun ia bukan caleg yang akan mencalonkan diri di pemilu 2014 nanti, kampanye peduli lingkungan terselubung pada setiap karyanya. Selain untuk mengekspresikan diri, baginya erkarya adalah salah satu cara yang elegan untuk mencintai negeri ini, khususnya dalam masalah lingkungan.
Ada satu hal yang patut kita tiru darinya. Ganjar memperlakukan sampah plastik sebagaimana sahabatnya sendiri. Yang namanya sahabat kan saling membesarkan satu sama lain, nah itu pulalah yang dilakukan olehnya.
Pertama,
ia 'rangkul' sampah yang sudah dipandang sinis oleh masyarakat satu per
satu. Lalu ia mencoba melakukan pendekatan. Setelah 'akrab', ia pun
seakan berbisik kepada satu per satu dari mereka bahwa, "Jangan sedih
sahabatku. Tenang saja, aku peduli padamu dan aku tidak akan
meninggalkanmu. Percayalah, suatu hari nanti aku akan membesarkanmu
dengan menjadikanmu menjadi lebih bernilai!" Dan benar saja, tak lama
setelah akrab, apa yang ia lakukan menjadi kenyataan! Mereka, Ganjar dan
sampah plastik saling membesarkan satu sama lain. Sampah-sampah plastik
yang semula tak berguna jadi 'besar' berkat Ganjar dan sebaliknya
Ganjar pun menjadi 'besar' berkat kreativitasnya dalam mengolah sampah!
Atas
sikap bersahabat dan hangatnya terhadap sampah inilah karyanya yang
berjudul "Midori Story Paniting of Plastic Waste" yang diikutsertakan
dalam kompetisi
Piece Art Contest 2014 berhasil meraih penghargaan sebagai honorable
mentions. Kompetisi ini diselenggarakan oleh Bridge Club International
Organization (BCIO) dan diikuti oleh puluhan bahkan ratusan peserta dari
negara-negara di Asia Pasifik. Atas prestasi tersebut, beserta
karya-karya terpilih lainnya, karyanya berhak dipamerkan di Fukuoka,
Jepang pada Juli 2014.
Meskipun
ia bukanlah pemenang utama, hal ini patut diapresiasi. Setidaknya lewat
kreativitas yang tak terbatas, sampah plastik di Indonesia tidak
selamanya menjadi momok menakutkan namun juga bisa menjadi sesuatu yang
membanggakan dan bahkan membawa nama baik bangsa. Terlebih, karyanya
berhasil menyisihkan karya dari negara-negara peserta lain, seperti Sri
Lanka, Pakistan, India, Laos, Nepal hingga Australia.
Saking senangnya, ia pun menulis kata-kata seperti ini di jejaring sosialnya :
"Tidak ada yang pernah menyangka bahwa
sampah yang kita buang sehari-hari bisa pergi jauh ke Negeri Sakura dan
membanggakan Indonesia, itu hanya sampah, bagaimana dengan teman-teman
sekalian yang diberi anugerah kemampuan
luar biasa pada diri masing-masing? pasti akan jauh lebih mengagumkan."
SAATNYA BERSAHABAT DENGAN SAMPAH!
Mungkin banyak orang bertanya tentang darimana datangnya inspirasi Ganjar atau apa sih awal mulanya kenapa ia bisa membuat gebrakan yang ramah lingkungan di bidang kesenian.
Dalam suatu kesempatan ia bercerita kepada saya bahwa sejak masih SD, ia suka sekali dengan gerakan orang sholat berjamaah di masjid. Rasanya rapi sekali. Ketika sujud, sujud semua. Ketika rukuk, rukuk semua. Sama halnya dengan gerakan-gerakan sholat lainnya. Dan baginya, itu indah.
Begitu pula dengan sampah, khususnya sampah plastik. Sampah, jika sendiri ia bukanlah apa-apa. Tidak ada yang istimewa. Namun jika sampah plastik berkumpul dan menjadi satu, kumpulan sampah itu adalah "sesuatu" dan dapat menghasilkan keindahan. Jika sampah plastiknya hanya satu, tidak mungkin ia dapat menghasilkan lukisannya yang begitu indah. Namun justru karena banyak dan bersatu, sampah-sampah itu dapat menghasilkan keindahan dan bahkan menyampaikan pesan.
Itu artinya, hebat sendiri itu biasa. Namun hebat rame-rame alias bareng-bareng itu baru luar biasa. Kaitannya dengan masalah sampah, khususnya sampah plastik adalah masalah sampah akan tetap jadi masalah kalau kita hanya memikirkan atau melakukan untuk diri kita sendiri, tidak mau bersinergi dengan orang banyak. Namun sebaliknya, hasil yang lebih baik akan kita dapatkan jika kita bersatu satu sama lain dan memikirkan orang banyak dalam mengatasinya.
Well, tentu ada banyak cara dalam melakukannya. Namun yang jelas, seperti yang Ganjar lakukan, solusi terbaik dalam mengatasi masalah ini adalah jangan lagi bermusuhan dengan sampah. Namun anggaplah ia sebagai sahabat agar kelak ia pun akan menganggap kita pula sebagai sahabat. Sahabat selalu mendukung dalam kebaikan, maka begitu pula dengan sampah. Jika kita memusuhi sampah, kita akan mendapatkan keburukan tetapi jika kita bersahabat dengannya kita justru akan mendapatkan keuntungan.
Jika kita bisa mendaur ulang sampah menjadi barang yang lebih berguna, itu bagus. Namun jika tidak, tidak mengapa. Kita tidak usah harus bersusah payah seperti apa yang Ganjar lakukan. Seperti yang sering disuarakan oleh WWF (World Wide Fund for Nature), cukup dengan membiasakan menolak atau mengurangi penggunaan kantung plastik ketika berbelanja di warung atau supermarket saya rasa itu adalah salah satu cara berpedekate ketika ingin bersahabat dengan sampah. Bisa pula dengan menggunakan tas ramah lingkungan sebagai pengganti kantong plastik belanjaan. Cara lainnya adalah dengan membawa tumbler berisikan air minuman ketika pergi ke mana saja sehingga dapat mengurangi pemakaian botol plastik. Langkah yang kecil dan kelihatannya sepele, namun akan berarti besar ketika saling bersinergi satu sama lain.
Bersahabat dengan sampah? Belajarlah dari Ganjar!
Ganjar saja bisa membuktikannya, bagaimana dengan kita?
Yuk, saatnya bersahabat dengan sampah!:D
NB : semua gambar di atas diambil dari facebook Ganjar Setyawan Cahyoaji dengan seizinnya.
Mungkin banyak orang bertanya tentang darimana datangnya inspirasi Ganjar atau apa sih awal mulanya kenapa ia bisa membuat gebrakan yang ramah lingkungan di bidang kesenian.
Dalam suatu kesempatan ia bercerita kepada saya bahwa sejak masih SD, ia suka sekali dengan gerakan orang sholat berjamaah di masjid. Rasanya rapi sekali. Ketika sujud, sujud semua. Ketika rukuk, rukuk semua. Sama halnya dengan gerakan-gerakan sholat lainnya. Dan baginya, itu indah.
Begitu pula dengan sampah, khususnya sampah plastik. Sampah, jika sendiri ia bukanlah apa-apa. Tidak ada yang istimewa. Namun jika sampah plastik berkumpul dan menjadi satu, kumpulan sampah itu adalah "sesuatu" dan dapat menghasilkan keindahan. Jika sampah plastiknya hanya satu, tidak mungkin ia dapat menghasilkan lukisannya yang begitu indah. Namun justru karena banyak dan bersatu, sampah-sampah itu dapat menghasilkan keindahan dan bahkan menyampaikan pesan.
Itu artinya, hebat sendiri itu biasa. Namun hebat rame-rame alias bareng-bareng itu baru luar biasa. Kaitannya dengan masalah sampah, khususnya sampah plastik adalah masalah sampah akan tetap jadi masalah kalau kita hanya memikirkan atau melakukan untuk diri kita sendiri, tidak mau bersinergi dengan orang banyak. Namun sebaliknya, hasil yang lebih baik akan kita dapatkan jika kita bersatu satu sama lain dan memikirkan orang banyak dalam mengatasinya.
Well, tentu ada banyak cara dalam melakukannya. Namun yang jelas, seperti yang Ganjar lakukan, solusi terbaik dalam mengatasi masalah ini adalah jangan lagi bermusuhan dengan sampah. Namun anggaplah ia sebagai sahabat agar kelak ia pun akan menganggap kita pula sebagai sahabat. Sahabat selalu mendukung dalam kebaikan, maka begitu pula dengan sampah. Jika kita memusuhi sampah, kita akan mendapatkan keburukan tetapi jika kita bersahabat dengannya kita justru akan mendapatkan keuntungan.
Jika kita bisa mendaur ulang sampah menjadi barang yang lebih berguna, itu bagus. Namun jika tidak, tidak mengapa. Kita tidak usah harus bersusah payah seperti apa yang Ganjar lakukan. Seperti yang sering disuarakan oleh WWF (World Wide Fund for Nature), cukup dengan membiasakan menolak atau mengurangi penggunaan kantung plastik ketika berbelanja di warung atau supermarket saya rasa itu adalah salah satu cara berpedekate ketika ingin bersahabat dengan sampah. Bisa pula dengan menggunakan tas ramah lingkungan sebagai pengganti kantong plastik belanjaan. Cara lainnya adalah dengan membawa tumbler berisikan air minuman ketika pergi ke mana saja sehingga dapat mengurangi pemakaian botol plastik. Langkah yang kecil dan kelihatannya sepele, namun akan berarti besar ketika saling bersinergi satu sama lain.
Bersahabat dengan sampah? Belajarlah dari Ganjar!
Ganjar saja bisa membuktikannya, bagaimana dengan kita?
Yuk, saatnya bersahabat dengan sampah!:D
NB : semua gambar di atas diambil dari facebook Ganjar Setyawan Cahyoaji dengan seizinnya.
Tulisan yang menginspirasi dan menggugah pembaca untuk berbuat lebih dengan lingkungannya, terima kasih atas tulisannya ya bro. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain, lakukan apa yang menjadi hasratmu, passion-mu, dan apa yang ada di benakmu untuk merubah keadaan menjadi lebih baik, mulai dari diri sendiri.
ReplyDeleteWiiiih narasumbernya komen langsung ><, Terima kasih atas inspirasinya. Ditunggu karya-karya berikutnya ^^
Deleteciiieee...ciiee.... ganjar harus pegangan biar ga jauh" terbangnya
ReplyDeletesemangat...!!!
Cie bukannya 1 dalam bahasa Padang? :P
Deletepokoknya mah satu kata buat kak Ganjar sama Valka itu adalah "Kereeeeeeeeeeeeeeeeen" #StyleGanjar :))
ReplyDeleteEh, ada Rasda :P *kabooor
DeleteCool . . .
ReplyDeleteAji is my best friend kala masih kuliah di Gunadarma..
Salut !!!