Jika hanya ada sebuah kursi dan kamu merupakan 1 di antara 10 orang
yang harus berjuang demi bisa duduk di sana, apa yang akan kamu lakukan?
Akankah
kamu berlari terburu-buru, lalu saling senggol, tak peduli apakah 9
orang lainnya mendekati kursi atau belum demi duduk di kursi itu?
Atau justru kamu dan teman-temanmu saling bergandengan tangan demi mencapai kursi tersebut?
Tapi.... kamu ingat bahwa kursinya hanya ada 1, lantas...?
Dalam
sebuah kompetisi, seharusnya dan logikanya, kalau kita ingin jadi
juara, kita harus berlari sekuat-kuatnya sampai garis finish, terlepas
apakah kompetitor kita di belakang atau di depan kita. Bukan begitu?
Ya...seharusnya sih begitu! Apalagi dengan orang-orang yang baru dikenal!
Namun
sayangnya, tiba-tiba "sesuatu" datang merusak kompetisi ini. Bentuknya
sih gak berwujud. Kasat mata. Namun jangan remehkan dia. Gimana pun
juga, ia kuda hitam. Diam-diam menghanyutkan. Seperti semilir angin
malam yang menusuk tulang, seperti itulah dirinya. Tak terlihat, namun
bukan berarti tak bisa dikalahkan. Hingga orang-orang tak sadar akan
keberadaannya barulah ia berdiri sembari tertawa sepuas-puasnya.
"Kutaklukkan kau!", katanya kencang.
2 hari, malah
kurang dari 2 hari, melainkan 1.5 hari adalah waktu yang terlalu singkat
untuk menceritakan betapa "ganas"nya ia dalam mengalahkan pertarungan
melawan "kompetisi". Namun inilah realitanya. Pada 17-18 Mei 2014, Hotel
Amarsya menjadi saksinya.
Ada hampir 50 orang yang
berhak melanjutkan perjuangannya di babak final kompetisi itu. Dari 50
orang itu terbagilah 5 kelompok dan sebuah kelompok terdiri dari 10
orang, salah satunya saya. Sekarang biarkan saya memfokuskan diri
tentang kelompok dimana saya ada di dalamnya.
Di
kelompok yang berisikan 10 orang itu, satu sama lain harus berkompetisi
satu sama lain demi dapat duduk di sebuah kursi. Tak tanggung, kursinya
tujuan Kanada. Jadi siapapun yang berhasil duduk di sana otomatis akan
berangkat ke Kanada. Di sana ia berpeluang untuk "mencolong" ilmu
sebanyak-banyaknya di sana untuk dapat diaplikasikan di sini. Sebuah
tawaran yang menarik, bukan?
Dari kelompok tujuan Kanada itu
dibagi lagi menjadi 2 kelompok kecil, sama juga dengan kelompok-kelompok
lainnya. Kelompok 1 dan kelompok 2 dengan komposisi masing-masing
berisikan 5 orang. Kebetulan saya ada di kelompok 2, bersama Gilang,
Ando, Rendy dan Otys. Meskipun dibagi menjadi dua, orang-orang yang ada
di dalam kelompok sama-sama harus berjuang demi mendapatkan sebuah kursi
tujuan Kanada.
Namun dalam meraihnya tidaklah mudah.
Masing-masing dari kita harus melewati berbagai seleksi. Mulai dari
seleksi interview yang terdiri dari 6 jenis: interview sejarah betawi,
budaya betawi, bahasa Inggris, psikologi, hubungan internasional dan
interview bersama alumni Kanada dan 1 seleksi penampilan kesenian.
Jumlah keseluruhannya 7 jenis tes. Nah, tujuan dibagikannya kelompok
menjadi 2 kelompok kecil adalah agar proses penyeleksiannya berlangsung
lebih lancar dan efektif karena sistemnya rolling. Misalnya ketika
kelompok 1 mengikuti tes sejarah & budaya Betawi, kelompok 2 justru
mengikuti tes psikologi. Dengan begitu masing-masing kelompok kecil,
baik kelompok 1 maupun kelompok 2 harus selalu bersama-sama karena
mengikuti tes yang sama.
Dalam hal ini, urutan tesnya
selalu sama: Gilang -> Ando -> Rendy -> Saya -> Otys. Dengan
kata lain, saya baru mengikuti tes di urutan keempat setelah Gilang,
Ando dan Rendy.
Kalau boleh jujur, ketika baru saja
tiba di hotel amarsya, saya berpikir bahwa kayaknya saya bakal merasakan
persaingan yang begitu sengit antarpeserta. Pokoknya kayak saling pelit berbagi gitu deh! Wkwkwk. Namun seiring berjalannya
tes, apa yang saya pikirkan ternyata salah. Sejak saat itu pikiran saya
akan sebuah kompetisi menjadi lebih terbuka. Nyatanya, antarpeserta yang
seharusnya fokus terhadap dirinya sendiri untuk dapat merebut sebuah
kursi justru malah saling mendukung dan berbagi satu sama lain. Dan ini
membuat saya "speechless"! Terharu!
Ketika ada seorang
teman yang baru saja selesai melakukan tes, sesama teman yang juga
kompetitor di dalam kelompok saling memberikan kekuatan, termasuk saya.
Satu sama lain saling berjabat tangan seakan berkata, "Ayo lakukan yang
terbaik, kamu pasti bisa!". Padahal bisa saja dukungan ini justru
menjadi bumerang bagi diri sendiri: kita yang seharusnya lolos malah
gagal lantaran dukungan yang telah kita berikan. Namun tidak kok, tidak
ada satu pun dari kami yang berpikiran seperti itu. Dan ini tidak hanya berlaku bagi teman-teman yang ada di dalam satu kelompok yang sama, melainkan memberikan semangat dan dukungan juga kepada kelompok yang lain :>>>
Ya,
kita sama-sama tahu bahwa kita sama-sama berjuang untuk dapat
mewujudkan impian pergi ke Kanada masing-masing. Kita juga sama-sama
tampil maksimal dan berharap untuk dapat merebut satu kursi yang
disediakan. Kalau gak berharap, untuk apa juga ikut seleksi ini?
Tetapi
bukan berarti kita tidak saling memberikan kekuatan. Entah sudah berapa
kali kita saling berjabat tangan mengucapkan kata "sukses" dan doa
keberhasilan demi memberikan motivasi. Kalau bisa ditukarkan, mungkin
kita sudah mendapat gelas dan piring cantik untuk jadi oleh-oleh :P Tidak hanya itu saja, malah kita juga saling berbagi tentang kisi-kisi interview. Seperti misalnya Gilang memberitahu saya tentang kira-kira apa yang akan ditanyakan di dalam sesi interview karena urutan saya selalu setelah dia, Ando minjemin saya buku tentang sejarah dan budaya betawi atau saya sharing tentang pengetahuan betawi yang saya punya kepada Rendy.
Bagi
kami, semua yang berhasil melenggang ke babak final adalah hebat. Kalau
gak hebat gak mungkin langkahnya sampai sejauh ini. Maka ibarat
pebulutangkis yang berangkat membela merah-putih dalam piala Thomas-Uber
di India atau timnas U-19 yang akan bertanding di luar negeri, sama
halnya dengan kita. Siapapun pebulutangkis yang bertanding di negeri
orang demi mengharumkan negeri ini, sebagai orang Indonesia kita gak
pernah protes, "Kok bukan gue yang dikirim?". Sama juga dengan siapapun pesepakbola yang bertanding, sebagai orang Indonesia kita gak pernah protes, "Kenapa bukan gue?" Melainkan, sepanjang
ia/mereka bisa memberikan yang terbaik untuk negeri ini, pasti akan
didukung.
Maka sejak seleksi final ini dilangsungkan,
masing-masing dari kita tidak ada yang terlalu ngotot untuk dapat
terbang ke Kanada. Malah kita dukung satu sama lain. Kita adalah satu
kesatuan. Kita telah saling kenal (meski belum terlalu dekat) dan
menjadi "keluarga baru", maka sudah selayaknya saling dukung satu sama
lain. Jadi, siapapun yang terpilih mewakili Indonesia, umumnya dan DKI
Jakarta, khususnya di Kanada, kita pasti akan mendukungnya. Sekalipun
pas pengumuman saya dinyatakan kalah dan tidak terpilih, saya tidak
merasa kalah sama sekali. Malah merasa menang. Bagi saya menang itu
relatif dan saya merasa menang saat saya sudah mengeluarkan segala
kemampuan terbaik saya. Setidaknya, saya belajar banyak dan saya sudah
memiliki investasi berharga dari sini untuk diceritakan kepada anak-cucu
saya di masa mendatang.
Menjelang pengumuman, guna
mengabadikan momen ini, kita pun berfoto bersama. Dan inilah saat-saat
wujud kasat mata bernama persahabatan dengan "ganas" mampu mengalahkan
kompetisi.
Terima kasih sobat dan terima kasih atas pengalaman berharganya. Semoga kita bisa berkumpul dan bertemu lagi di lain waktu ^^
***
Selamat
kepada Andrey Orlando atas terpilihnya sebagai delegasi Pertukaran
Pemuda Indonesia-Kanada 2014. We will keep supporting you and do the
best! ^^
Comments
Post a Comment