Murah meriah, kaya gizi, terbuat dari
kacang kedelai, temannya tahu dan sangat Indonesia, apa hayooo?
Ada yang bisa menebak?
Benar sekali, jawabannya adalah tempe!
Tempe adalah makanan asli Indonesia,
berasal dari kacang kedelai yang difermentasi dengan menggunakan ragi tempe
atau kapang rhizopus. Tempe disukai
oleh berbagai kalangan, baik tua, muda, orang dewasa dan anak kecil dan bisa
ditemukan di mana saja. Tidak hanya di warung nasi atau rumah makan saja, tempe
juga bisa ditemukan di pinggir jalan!
Yang menarik, penyajian tempe tidak hanya
terpaku melalui satu cara saja, melainkan beragam. Hal ini membuat para
penggemar tempe tidak akan bosan dalam menyantapnya. Jangankan tempe orek atau
tempe disambelin, tempe goreng pun bermacam-macam jenisnya. Ada yang
menggunakan tepung dan digoreng hingga kering, ada yang menggunakan tepung dan
digoreng setengah matang alias tempe mendoan bahkan ada juga tempe goreng yang
tidak menggunakan tepung sama sekali!
Kita pasti mengenal apa itu tempe dan seperti
apa bentuknya. Namun bagaimana dengan
sejarahnya? Saya yakin pasti belum banyak yang mengetahunya.
Sejarah Tempe
Berbicara tentang asal-usul dan sejarah
tempe, ada baiknya kita mengenal sejarah kacang kedelai terlebih dahulu. Hal
itu dikarenakan kacang kedelai dan tempe saling berkaitan. Dijelaskan oleh
pakar tempe dari Universitas Gajah Mada, Mary Astuti, ribuan tahun yang lalu,
kata kadele (Bahasa Jawa) atau kedelai telah tercatat dalam serat legenda kota Banyuwangi, yakni Serat
Sri Tanjung yang ditulis pada abad ke-12 dan 13 dan Serat Centhini yang ditulis oleh R Ng Ronggo Sutrasno pada 1814. Wiiiih,
enggak terbayang, kan?
Lantaran bahan pembuatan tempe dan tahu
sama, sejarah tempe bisa ditelusuri dengan produksi tahu di Jawa. Tahu sendiri
telah diperkenalkan oleh orang Tiongkok pada abad ke-17. Menurut Andreas
Maryoto, seorang wartawan spesialis sejarah pangan, tempe berasal dari kedelai
buangan pabrik tahu yang kemudian dihinggapi kapang. Ia mengaitkan hal itu
karena tempe lain berasal dari limbah seperti tempe gembus dari limbah kacang
dan tempe bongkrek dari limbah kelapa. “Bila kemudian tempe kedelai dari
kedelai bukan limbah, mungkin itu upgrade
saja.” Jelas Andreas.
Menurut Ong, zaman kolonialisme
menjadi salah satu faktor terciptanya tempe.Luasnya perkebunan kolonial di Jawa
yang membuat wilayah hutan menciut sehingga berdampak pada menu makanan orang
Jawa kala itu, terlebih setelah diberlakukannya sistem tanam paksa. Orang Jawa
minim makan daging sehingga tempe menjadi sangat vital sebagai makanan
penyambung hidup saat itu. Bahkan pada zaman penjajahan Jepang, tempe mampu
menyelamatkan para tawanan perang agar terhindar dari disentri dan busung
lapar. Maka dari itu Ong mengatakan, “Penemuan tempe adalah sumbangan Jawa pada
seni masak dunia. Sayangnya, seperti halnya banyak penemuan makanan sebelum
zaman paten, maka penemu tempe pun anonim.”
Bukti bahwa tempe adalah makanan asli
Indonesia dan bukan Tiongkok dapat dilihat dari asal muasal katanya. Menurut
Mary, tempe berasal dari bahasa Jawa kuno, yakni tumpi atau berarti makanan berwarna putih yang terbuat dari tepung
sagu, dan tempe berwarna putih. Dalam Serat
Centhini jilid ke-12 kata kedelai dan tempe disebut secara berbarengan: “kadhele tempe srundengan…”. Berbeda
dengan Mary, Denys Lombard dalam Nusa
Jawa Silang Budaya: Jaringan Asia, tempe berasal dari kata tape yang
berarti fermentasi dan wadah besar tempat produk fermentasi disebut tempayan.
Kaya Gizi
Tempe boleh saja
berharga murah. Namun meski harganya murah meriah, biasanya berkisar Rp 5000-Rp
10.000 untuk satu kotak tempe tergantung ukuran di pasar tradisional dan Rp
1000 untuk sebuah gorengan tempe, jangan sepelekan gizinya. Bagaimanapun, murah
atau mahalnya suatu makanan belum tentu menentukan kandungan gizi di dalamnya.
Ada makanan yang murah namun gizinya tinggi dan baik, ada juga sebaliknya,
makanan yang harganya mahal namun gizinya rendah. Nah, tempe termasuk dalam
kategori pertama. Dapat dibeli dengan harga bersahabat namun gizinya cukup baik.
Teman saya, Indah Rahmawati, mahasiswi
semester akhir Jurusan Teknologi Pangan Universitas Sahid Jakarta mengatakan,
“Kebanyakan orang berpikir kalau protein itu sumbernya dari makanan hewani
seperti daging, ayam dan ikan. Akhirnya karena beralasan mahal untuk memenuhi
kebutuhan protein, tidak banyak orang yang mengonsumsinya. Padahal protein juga
bisa bersumber dari nabati atau makanan yang berasal dari tumbuhan. Tempe salah
satunya. Bukan berarti protein hewani tidak penting, namun kita bisa
menyiasatinya dengan mengonsumsi tempe.”
Tempe memiliki berbagai kandungan
gizi yang baik untuk tubuh. Berdasarkan data Balai Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan, tempe kaya akan protein nabati dan asam amino.
Tempe juga mengandung berbagai jenis vitamin B, zat besi, zinc,
isoflavon, riboflavon, lemak nabati, fosfor, karoten. Kandungan antibiotika dan antioksidan di
dalamnya dapat menyembuhkan infeksi serta mencegah penyakit degeneratif.
Banyaknya kandungan nutrisi yang
terkandung dalam tempe membuat tempe juga dianjurkan sebagai makanan pendamping
air susu ibu untuk bayi demi mendukung pertumbuhan bayi. Itu dijelaskan pada penutupan
Konferensi Internasional Tempe dan Produk Terkait 2015, pada 17 Februari 2015
di Yogyakarta. Tak tanggung, tidak hanya dari Komisi Ilmu Rekayasa Akademi Ilmu
Pengetahuan Indonesia (AIPI) saja, rekomendasi itu juga dating dari Perhimpunan
Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI), Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia
(Permi), Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia (Pergizi Pangan), serta
Konsorsium Bioteknologi Indonesia (KBI)!
Khasiat tempe lainnya adalah tempe
dapat digunakan melawan radikal bebas untuk menghambat proses pencernaan dan
mencegah berbagai penyakit, menurunkan Kolesterol
hingga mengatasi hipertensi. Hal itu dikarenakan tempe
mengandung zat antibakteri penyebab diare, seperti yang dikemukakan oleh
Prof.dr.Made Astawan, guru besar dari Institut Pertanian Bogor. Kandungan serat
dalam tempe cukup tinggi, yaitu sekitar 8-10 pesen. Hal ini berarti dalam
setiap 100 gram tempe akan menyumbang sekitar 30 persen dari jumlah serat yang
dianjurkan untuk dikonsumsi setiap hari.
Lebih dari itu, tempe juga mampu
mengatasi masalah gizi buruk pada bayi dan balita. Itu terangkum dalam buku “Kandungan
Gizi dan Bahan Makanan” karya Prof. Made. Konsumsi tempe 150 gram setiap hari
selama dua minggu juga terbukti bisa menurunkan Kolesterol total.
Saatnya Bermental
Tempe!
Jika
Jepang punya sushi, Italia punya pizza, Turki punya kebab, maka Indonesia punya
tempe yang menjadi ‘duta’ di negara orang. Dahulu, tempe mungkin hanya dikenal
di Indonesia, namun kini tempe sudah tempe telah ‘go international’ di berbagai negara di dunia! Tak hanya di
Jepang, bahkan hingga Prancis dan Inggris.
Indonesia patut berbangga memiliki
Rustono. Pemuda kelahiran Grobogan, Jawa Tengah itu berhasil “menduniakan”
tempe melalui bisnis tempenya di Jepang. Ia sukses menjual tempe ke 490 tempat
di Jepang dari Hokkaido sampai Okinawa. Bahkan tak hanya di Jepang, ia juga
sudah melebarkan sayap bisnisnya hingga Korea, Meksiko, Hungaria, Prancis dan
Polandia. Kisah keberhasilan Rustono dalam berbisnis tempe diliput oleh
berbagai media, termasuk media Jepang. Hebat!
Kepopuleran tempe di kancah
mancanegara juga tak terlepas dari tangan dingin Ana Larderet. Ia adalah salah
satu dalang dibalik terkenalnya tempe di Prancis dan Swiss. Perkenalannya dengan
tempe dimulai saat ia kuliah 1 tahun di Universitas Gajah Madja, Yogyakarta.
Setibanya di Prancis pada 2011, ia belajar tentang bagaimana pembuatan tempe
dengan sahabatnya, Rustono yang memproduksi tempe di Jepang. Sembari kuliah S2
di Swiss, ia menjalankan bisnis tempe. Ia tak menyangka bahwa permintaan akan
tempe di sana tinggi dan ternyata tempe cocok dengan lidah Eropa. Tak sampai di
sini, usai lulus S2 ia melanjutkan bisnis tempenya di Prancis dengan harga
berkisar 4 euro-8 euro (1 euro setara Rp 15.000).
Jika Ana melakukan ‘ekspansi tempe’
di Prancis dan Swiss, maka William Mitchell melakukannya di London, Inggris.
Usaha itu dilatarbelakangi karena kesukaannya mengonsumsi tempe saat bekerja
Jakarta pada 1995. Setelah belajar membuat tempe di berbagai daerah di Pulau
Jawa, ia kembali ke Inggris dan membuka bisnis tempe sejak 2013. Meski pada
awalnya ia mengalami kesulitan, namun berkat kerja kerasnya akhirnya tempe
dapat diterima oleh orang banyak di Inggris. Yang menarik, William tidak hanya
berjualan melalui offline, melainkan
juga online, salah satunya lewat facebook.
Tentu saja, pelopor tempe di kancah
dunia tidak hanya dilakukan oleh Rustono, Anna dan William. Di luar itu masih
banyak lagi, orang Indonesia maupun orang asing yang mempromosikan tempe
sebagai makanan asli Indonesia yang memiliki kandungan gizi baik di dunia. Mereka
melakukannya melalui cerita, hobi bahkan bisnis.
Yang jelas, ini adalah saatnya kita
sebagai orang Indonesia harus bermental tempe. Bukan, yang dimaksud mental
tempe di sini bukan berarti bermental lemah. Yang dimaksud bermental tempe di
sini adalah bolehlah kita tampak sederhana layaknya tempe, asalkan bermanfaat
untuk dunia.
Comments
Post a Comment