Setiap tahun adalah istimewa bagi saya. Mau tahun kuda liar
kek, tahun ayam kate kek bahkan tahun monyet emas kayak 2016 juga istimewa bagi
saya. Meski usianya baru seumur jagung, 2016 sudah meninggalkan kesan mendalam.
Gerakan Banten Mengajar menjadi dalang yang mewarnai kanvas hidup saya di awal
tahun. *tsaaah*
Seharusnya saya menulis dan memposting cerita tentang ini pada
tanggal 15 Februari 2016 alias sehari setelah kepulangan saya dan teman-teman
dari Banten. Biar lebih anget gitu. Namun karena saya baru sempat *padahal mah
males*, jadi ya baru sekarang deh ditulisnya. Ya udah lah, enggak apa-apa. Yang
penting mah ditulis juga meskipun telat. :P
Balik ke soal Banten Mengajar. Kenapa di atas saya bilang
Gerakan Banten Mengajar menjadi dalangnya? Soalnya selama dua minggu, sejak
1-14 Februari 2016 saya bersama 22 relawan pengajar lainnya ditugaskan mengajar
dan melakukan pemberdayaan di dua desa di kecamatan Cibitung, Pandeglang,
Banten. Dua desa tersebut adalah Desa Kutakarang dan Desa Kiarajangkung. Dari
dua desa tersebut hanya ada 4 sekolah penugasan, yakni SDN Kutakarang -01, SDN
Kutakarang 02, SDN Kutakarang 03 dan SDN Kiarajangkung. Itu artinya hanya ada 4
kelompok relawan pengajar yang masing-masingnya berisi 5-6 orang. Dua minggu mengabdi
di suatu daerah bersama-sama tentu mustahil jika enggak ada “ceritanya” dong?
Nah, itulah kenapa saya bilang 2016 sudah berkesan bagi saya meski usianya baru
seumur jagung. Berbagai rasa, baik manis, asem, pahit, pedas bagaikan nona-nona
eh nano-nano bercampur jadi satu. Kelak kegiatan ini menjadi kegiatan tak
terlupakan dalam hidup saya *ceilah bahasanya*.
Dari 4 tim relawan pengajar, saya masuk ke tim pertama. Tim
pertama ini diketuai oleh Hilmi dengan anggota berupa saya, Maki, ka Linda,
Ainna dan Lulu dengan SDN Kutakarang 03 sebagai tempat penugasan. Saya
sebenarnya berharap bahwa saya bukanlah satu-satunya cowok di kelompok.
Maksudnya biar bisa ganti-gantian buat ngambil aer gitu *licik*. Tapi memang
jumlah cowoknya cuma sedikit dari 23 pengajar hanya 6 saja cowoknya. Jadi saya
harus menerima bahwa hanya saya yang cowok di kelompok 1. But I don’t care. Mau
dengan siapapun itu yang satu kelompok dengan saya, saya akan senang dan menikmatinya.
Saya bersyukur bisa sekelompok dengan Hilmi, ka Lin, Ainna, Lulu dan Maki *terima kasih guys*.
Selama bertugas di sana, kami tinggal di sebuah rumah
panggung milik Pak Udi. Rumah ini memiliki 6 ruangan yang terdiri dari ruang
tengah alias ruang tamu, 2 buah ruang kamar, dapur dan sebuah ruangan kosong di
dapur. Sayangnya, rumah ini kosong dan hanya ditempati saat lebaran saja karena
Pak Udi dan istrinya bekerja di Jakarta. Sementara itu anaknya yang bernama
Muhtar dititipkan ke kak Oji, saudaranya dan bersekolah di SDN Kutakarang 03. Oh
ya, meski rumahnya kosong namun tidak berarti tidak ada fasilitas di dalamnya
ya. Rumah ini justru cukup lengkap. Ada kasur, lemari, karpet bahkan berbagai peralatan dapur.
Kami merupakan satu-satunya dari semua kelompok yang ada yang harus tinggal di rumah kosong. Keadaan seperti itu membuat kami harus lebih mandiri dan lebih kuat ketimbang kelompok lain. Secara kelompok lain selain kelompok kami punya host famnya. Jadi mereka tidak perlu repot dalam urusan makan karena sudah ada yang mengurus. Mau pergi ke mana-mana juga lebih aman karena ada orang asli sana.
Namun selalu ada hikmah di balik semua kejadian. Sejak awal saya sudah menganggap bahwa ikut Banten Mengajar adalah suatu petualangan. Dengan begitu, kegiatan ini akan terasa sangat menyenangkan. Ketiadaannya host fam justru membuat kami belajar lebih banyak. Mulai dari belajar untuk lebih mandiri, melakukan pendekatan ke masyarakat dan stakeholder setempat bahkan untuk belajar dolbon *yang ini khusus buat Hilmi dan Ainna*
Kami merupakan satu-satunya dari semua kelompok yang ada yang harus tinggal di rumah kosong. Keadaan seperti itu membuat kami harus lebih mandiri dan lebih kuat ketimbang kelompok lain. Secara kelompok lain selain kelompok kami punya host famnya. Jadi mereka tidak perlu repot dalam urusan makan karena sudah ada yang mengurus. Mau pergi ke mana-mana juga lebih aman karena ada orang asli sana.
Namun selalu ada hikmah di balik semua kejadian. Sejak awal saya sudah menganggap bahwa ikut Banten Mengajar adalah suatu petualangan. Dengan begitu, kegiatan ini akan terasa sangat menyenangkan. Ketiadaannya host fam justru membuat kami belajar lebih banyak. Mulai dari belajar untuk lebih mandiri, melakukan pendekatan ke masyarakat dan stakeholder setempat bahkan untuk belajar dolbon *yang ini khusus buat Hilmi dan Ainna*
Terima kasih ka atas kepeduliannya pada pendidikan di Desa Kutakarang
ReplyDelete