sumber gambar: sdn77parepare.wordpress.com
Belum ada seminggu pelaksanaan Banten Mengajar, hari pertama bagi
kelompok 1 yang ditugaskan di Kutakarang 3 mendapat pembelajaran
berharga. Minggu, 31 Januari 2016 kelompok 1 yang beranggotakan Hilmi,
Ainna, Maki, Valka, Linda dan Lulu kedatangan Pak Umar, salah seorang
alumnus SGI. Selain bersilaturahmi, kedatangan Pak Umar juga merupakan
‘ladang’ bagi kelompok 1 untuk bertukar pikiran dan berdiskusi satu sama
lain mengenai keadaan penduduk Kutakarang. Terlebih, Pak Umar merupakan
pribumi dari daerah tersebut. Otomatis, informasi mengenai Kutakarang
bisa “dikorek” lebih dalam dan lebih terjamin keasliannya.
“Saya alumnus SGI sekaligus warga asli sini.” Ujar Pak Umar. “Waktu
SGI saya ditempatkan di tempat tinggal saya (Kutakarang) namun
sebelumnya mengikuti pelatihan selama 40 hari. Pelatihannya ada yang
seperti pelatihan militer.”
Kelap-kelip kota tampak menggiurkan di mata Umar, namun beliau
memilih untuk mengabdi di desanya dengan mengajar di SDN Kutakarang 02.
Apa kira-kira alasannya?
“Di sini mayoritas guru merupakan warga pendatang. Sangat sedikit
sekali guru yang merupakan asli pribumi dari daerah ini, khususnya PNS.
Itulah kenapa saya sekolah lagi dan kembali ke sini. Saya ingin ada guru
asli daerah sini.”
Keputusan sarjana tahun 2014 ini bukan tanpa alasan. Pengalaman pahit
di masa lampaunya tentang pendidikan menjadi salah satu pemicu
semangatnya.
“Orang tua saya sempat tidak mengizinkan saya sekolah tinggi karena
faktor biaya. Apalagi saya juga masih punya tanggungan seorang adik kala
itu. Namun saya ingin tetap sekolah. Demi meringankan biaya, saya
sempat membeli seragam bekas kakak kelas untuk sekolah. Saya juga bahkan
sempat ngojek.” Tuturnya.
Usaha Pak Umar membuahkan hasil. Tak sia-sia, ia merupakan sedikit di
antara ribuan warga Kutakarang yang melanjutkan pendidikan ke jenjang
SLTA kala itu. Prestasinya berlanjut saat ia tercatat sebagai orang
kedua dari desanya yang merupakan lulusan sarjana S1 dan merupakan salah
satu penggerak pemberdayaan wirausaha keripik pisang untuk warga desa.
“Dahulu yang sarjana sedikit. Namun alhamdulillah sekarang sudah lumayan.”
Disinggung mengenai keterlibatan SGI, pengurus BPD (Badan
Permusyawaratan Desa) ini bercerita bahwa memang benar SGI terlibat di
desa Kutakarang. Hanya saja belum secara keseluruhan.
“Kalau SDN Kutakarang 2 pernah ada alumnus SGI. Jadi anak-anak sudah
mengerti kalau disuruh tepuk-tepuk misalnya. Tapi kalau di SDN
Kutakarang 03 sih belum.”
Waktu bergerak begitu cepat. Jangkrik-jangkrik bernyanyi merdu
pertanda hari mulai larut malam. Di saat itulah Pak Umar pamit. Hari
pertama di desa boleh usai, namun pelajaran pertama dari pak Umar tidak
akan pernah padam.
Comments
Post a Comment