Ada yang berbeda di JK7 Café,
Arion Swiss Belhotel, Kemang, Jakarta Selatan pada 9 September 2016. Tempat
yang biasanya digunakan kaum urban untuk melepas penat dengan makan atau hang out seketika
berubah
menjadi tempat “nangkringnya” para blogger. Kompasiana dan Kemenko
Maritim menjadi dalang di balik semua ini, menjadikan akhir pekan yang
berbeda bagi para kompasianer.
Suasana kafe JK4 (dok. pribadi) |
Suasana kafe JK7 Kemang sebelum acara dimulai (dok. pribadi) |
Suatu kebahagiaan bagi saya dapat
berpartisipasi di sana. Selain karena beruntung karena baru dinyatakan
terdaftar sekitar pukul 11.00 pada hari H (setelah daftar 3 kali), acara
bertajuk GBBS alias “Gerakan Budaya Bersih dan Senyum” tersebut juga memberikan
saya kesempatan untuk refreshing dan
melakukan wisata edukasi. Di sana selain bisa memperluas jaringan dunia
perbloggeran, saya juga beruntung karena mendapatkan pencerahan baru soal
program Kemenko Maritim.
Bertemu dengan 2 orang alumnus UIN di nangkring kompasiana. Lumayan nambah jaringan! (dok. pribadi) |
Makan doeloe! (dok. pribadi) |
Sebelum dimulai, para kompasianer
yang dinyatakan terdaftar sebagai peserta nangkring melakukan registrasi
terlebih dahulu. Setelah itu para peserta yang berjumlah sekitar 70 orang masuk
ke ruTapin inti. Sebagai orang yang baru pertama kali ikut acara nangkring
Kompasiana, saya sangat mengapresiasi kinerja penyelenggara. Kompasiana
benar-benar memanjakan para kompasianer. Belum dimulai saja, para kompasianer
disuguhkan dengan berbagai hidangan yang tersedia, mulai dari teh, kopi bahkan
hingga cemilan seperti kue. Duh, jadi kepengen ikutan lagi!
Tak lama setelah coffee break, sekitar jam setengah 4 acara
dibuka oleh pembawa acara Citra Agnes. Kemudian setelah memperkenalkan para
pembicara, sesi diskusi pun dimulai. Ibu Dra. Musyarafah Machmud sebagai Wakil
Ketua Satgas GBBS dan Ketua Dharma Wanita Persatuan Kemenko Maritim (biasa
dipanggil Ibu Ara) dan Pak Edi dari tim GBBS menjadi pembicaranya.
Pak Edi dan Ibu Ara saat menjelaskan GBBS kepada para kompasianer (dok. pribadi) |
Dengan suasana kafe yang kece
abis, kegiatan diskusi yang terjadi tidak tampak formal, malah terasa santai
sekali. Hal itu membuat para kompasianer tidak merasa sedang ikut seminar,
melainkan sedang hang
out sembari ngobrol dengan orang-orang hebat dari Kemenko Maritim. Alhasil,
kegiatan yang hanya berlangsung 3 jam terasa begitu cepat berlalu.
Ibu Ara menjadi pembicara pertama.
Ia memperkenalkan tentang salah satu program unggulan Kemenko Maritim, yakni
GBBS alias Gerakan Budaya Bersih dan Senyum. Program ini telah diluncurkan
sejak 19 September 2015 lalu di Marunda, Jakarta Utara.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk
meningkatkan devisa negara melalui sektor pariwisata, terutama di kawasan maritim.
Ini karena sektor pariwisata menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar dan
8 kali lipat lapangan kerja ada pada sektor ini. Masalahnya, bagaimana turis
asing mau datang ke Indonesia kalau kawasan wisata di Indonesia, terutama
wisata pantainya kotor? Apalagi Indonesia merupakan penghasil sampah terbesar
di dunia setelah Tiongkok. Untuk itulah program GBBS dilaksanakan, sejalan
dengan target pemerintah dalam menjaring 10-20 juta wisatawan asing pada 2019.
Kenyataannya, peringkat Indonesia
dalam pariwisata kalah dibanding beberapa negara ASEAN. Berdasarkan Indeks Daya
Saing dan Perjalanan Wisata atau TTCI (Travel and Tourism Competitiveness
Index) 2013 dari World Economic Forum (WEF) Indonesia ada di peringkat
70. Kalah dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand di peringkat 43,
Malaysia di 34 dan bahkan Singapura di peringkat 10 dunia. Pada 2016, peringkat
Indonesia meningkat jadi peringkat 50. Namun tetap masih kalah dibandingkan
dengan Malaysia, Thailand apalagi Singapura yang peringkatnya ada di atasnya.
Padahal Indonesia jauh lebih kaya akan budaya dan pesona alamnya dibandingkan negara-negara lain. Ibu Ara pun membandingkan Indonesia dengan Jepang. Saat ia pergi ke berbagai daerah di
Jepang ia pasti akan menemukan makanan yang sama. “Ketemu sushi lagi, sashimi
lagi.”. Tapi di Indonesia, jangankan
yang beda pulau, yang satu pulau pun pasti akan ditemukan orang dengan
berbagai budaya, pakaian, bahasa dan bahkan makanan tradisional yang
berbeda-beda. Jawa Barat beda dengan Jakarta. Yogyakarta pun juga beda dengan Jawa Timur. Ia pun menjelaskan bahwa Indonesia enggak kalah ciamik, yang membedakan hanya satu. “Yang membedakan Indonesia dan negara lain
hanyalah soal infrastruktur dan bersih.”
Enggak lengkap kalau ikut nangkring kalau enggak foto di depan spanduk (dok. pribadi) |
Tapi GBBS tak sekadar bersih, melainkan
juga soal ‘ramah’ dan bagaimana ‘memberikan kehangatan’. Bagaimanapun, sebersih-bersihnya tempat, tidak akan ada orang yang datang jika pelayanannya tidak ramah. Bu Ara menyayangkan
jika ada turis asing yang jauh-jauh datang dari negara asalnya ke Indonesia tapi
mendapatkan pelayanan tidak ramah ketika di Indonesia, padahal si turis sudah bayar. Ia
tak ingin hal itu terjadi. GBBS
kelihatannya sepele, namun pada prakteknya
tidak mudah untuk dilakukan. Banyak orang sadar, tapi tidak dilakukan. “GBBS dimulai dari diri sendiri”, begitu kata Bu Ara.
Puas berbincang-bincang dengan Bu Ara, sesi diskusi kini dilanjutkan oleh
Pak Edi dari tim satgas GBBS. Jika Ibu Ara menjelaskan tentang latar belakang
dan perkenalan dari GBBS, Pak Edi justru membahas soal bagaimana pihak Kemenko
Maritim menjalankan program ini. Dalam pelaksanaannya, seperti yang Pak Edi
jelaskan, pihak Kemenko Maritim terbuka dengan siapa saja. Mereka bekerja sama
dan berkoordinasi dengan berbagai pihak. Mereka melibatkan berbagai elemen
masyarakat seperti karang taruna, sekolah, pemerintah daerah, pihak swasta,
pengusaha hingga media, seperti blogger misalnya. Pelaksanaan GBBS pun juga
tersebar di berbagai daerah. Makassar misalnya. Kemenko percaya
bahwa semakin banyak orang yang terlibat, maka akan semakin sukses pula program
GBBS.
Sesi tanya jawab (dok. pribadi) |
Sesi diskusi selesai. Ini dia yang ditunggu-tunggu. Sesi tanya jawab dan kuis. Pada
kesempatan kali ini para kompasianer bisa bertanya atau bercerita apa saja
tentang program GBBS atau realita kebersihan di Indonesia. Salah
satunya adalah tentang pengalaman seorang kompasianer yang melihat sebuah kasur
mengambang di atas sebuah kali. Tapi setelah dilaporkan kepada pemerintah
setempat yang ada malah main ‘tunjuk-tunjukan’. Ada-ada saja, ya? Berbeda dengan sesi tanya jawab dimana para kompasianer mengajukan pertanyaan, pada sesi kuis para kompasianer menjawab pertanyaan.
Menjelang maghrib, acara nangkring kompasiana bersama Kemenko Maritim pun berakhir. Setelah diumumkan para
pemenang live tweet, tanya
jawab dan
kuis, para pembicara pun berfoto bersama para kompasianer. Tak lupa pula pihak kemenko dan kompasiana juga memberitahukan tentang kompetisi blog kompasiana bertemakan GBBS. Tak tanggung, total hadiahnya adalah 10 juta! Info lebih lengkap cek sendiri di kompasiana ya.
Hidangan makanan telah tersaji. Para kompasianer pun menikmatinya sebelum pulang membawa merchandise berupa kaos yang desainnya kece abis.
Ah, akhir pekan tanggal 9 September 2016 kemarin menjadi akhir pekan yang menyenangkan! Saya berharap dapat ikut nangkring kompasiana lagi di kemudian hari.
Comments
Post a Comment