Tak pernah terbayangkan di benak saya akan pergi ke Aceh dan saat perayaan Hari Raya Idul Adha pula.
Namun siapa yang tahu rencana Allah? Alhamdulillah lewat Kurbanesia Social Trip yang diadakan oleh Dompet Dhuafa keinginan saya untuk dapat menjelajah Aceh akhirnya terwujud.
Kurbanesia Social Trip merupakan salah satu rangkaian dari Kurbanesia Tebar Hewan Kurban. Sekadar informasi, Kurbanesia Tebar Hewan Kurban merupakan salah satu program Dompet Dhuafa yang menjembatani antara pekurban dengan orang yang berhak menerima kurban. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, tahun ini Kurbanesia Tebar Hewan Kurban mengusung tajuk "Tentukan Lokasi Berkahmu". Dengan tema ini setiap orang yang hendak berkurban via Dompet Dhuafa bisa memilih mau di lokasi mana mereka mau memberikan hewan kurban. Dari 33 provinsi yang menjadi lokasi pemotongan hewan kurban, salah satunya terletak di Aceh tepatnya di Takengon yang terletak di Kabupaten Aceh Tengah.
Lalu bagaimana bisa saya ikut Kurbanesia Social Trip? Saat itu Dompet Dhuafa mengadakan lomba blog bertemakan "Kurbanesia Tebar Hewan Kurban Tentukan Lokasi Berkahmu dan kemandirian peternak". Akan dipilih 3 pemenang yang berhak mengikuti Kurbanesia Social Trip ke salah satu dari 3 daerah, yakni Tangkenon (Aceh Tengah), Sleman (Yogyakarta) dan Sembalun (Nusa Tenggara Barat). Iseng-iseng ikut, alhamdulillah saya menjadi salah satu pemenangnya (tulisan saya yang dilombakan dapat dibaca di sini: Tebar Hewan Kurban). Lalu ditentukanlah Aceh sebagai lokasi Kurbanesia Social Trip saya. Inilah kali pertama saya berkunjung ke bumi Serambi Mekkah. Tak hanya melakukan "trip" saja akan tetapi juga melakukan misi sosial berupa melakukan liputan tentang kegiatan dompet dhuafa di Tangkenon, Aceh Tengah pada 30 Agustus hingga 3 September 2017.
Saya berangkat ke Aceh pada 30 Agustus 2017. Saya pergi ke sana tidak sendiri, melainkan bersama Mas Salman dan Mas Fuji. Mas Salman adalah orang dari Dompet Dhuafa sedangkan Mas Fuji adalah wartawan salah satu media nasional ternama. Berhubung pesawat akan terbang pada pukul 07.45 WIB, maka saya sudah pergi ke bandara pada pukul 04.00 WIB. Saya pergi ke sana dengan menggunakan gojek dan tiba di sana sekitar pukul 05.00 WIB.
Suasana bandara Soetta saat subuh (dokpri) |
Berhubung Mas Salman dan Mas Fuji belum sampai, maka saya menunggu mereka terlebih dahulu. Setelah sempat sholat Subuh terlebih dahulu di sana, saya menyempatkan diri untuk menulis blog lewat hape. Time is money, right?
Sekitar pukul 06.30 WIB, Mas Salman dan Mas Fuji tiba di bandara. Kami pun mulai masuk ke dalam ruangan di terminal 1C. Setelah melewati serangkaian pemeriksaan, barulah kami masuk ke dalam pesawat.
Ada kejadian menarik yang terjadi di dalam pesawat. Nomor tempat duduk kami secara beruntun adalah 6A, 6B dan 6C. Namun saat berada di sana ternyata tempat duduk kami telah diduduki oleh tiga orang penumpang terlebih dahulu. Kami menunjukkan tiket kami. Ketiga penumpang tersebut pun juga sama. Ternyata nomor kursi kami dengan ketiga penumpang tersebut sama!
Sembari meminta dan melihat tiket kami dan tiket mas-mas yang duduk di kursi nomor 6, mbak-mbak pramugari berambut pendek yang cantik itu meminta kami untuk duduk di kursi yang lain. Kami menurut. Baru sebentar kami duduk, ternyata kami diminta pindah lagi ke tempat duduk dengan nomor yang lain. Mbak-mbak pramugarinya sepertinya juga bingung kenapa nomor kami dengan nomor mas-mas di kursi nomor 6 sama. Sempat khawatir akan pindah tempat duduk lagi alhamdulillah ternyata tidak. Jadilah kami berada di tempat duduk tersebut hingga pesawat lepas landas.
Saat mulai lepas landas, saya sempat merasa khawatir. Enggak takut ketinggian sih, cuman enggak biasa naik pesawat aja. Namun beruntung itu hanya berlangsung sebentar karena setelah pesawat berada di atas saya mulai menikmati perjalanan. Rejeki anak soleh (karena tinggal di Jl. H. Soleh) emang enggak kemana ya. Saya dapat melihat secara langsung pemandangan dari atas pesawat karena duduk di dekat jendela. Saya suka memperhatikan sekeliling saat melakukan perjalanan. Semakin pesawat menuju ke atas, semakin kecil bangunan-bangunan dan berbagai hal yang ada di bumi Jawa. Semakin lama semakin kecil dan bagaikan butiran debu seperti lagu Cakra Khan. Seketika saya berpikir bahwa kita tidak ada apa-apanya. Tidak ada yang perlu kita sombongkan. Sebab jika bangunan dan gunung saja bagaikan butiran debu dari atas pesawat apalah kita?
Setelah sempat terpejam selama beberapa saat, akhirnya pesawat mendarat di tanah rencong. Kalau kata orang Jepang "よかっだ (yokatta) atau Alhamdulillah versi Bahasa Jepang. "Mendaratnya enggak berasa ya." Kata Mas Salman kala itu. Saya setuju. Soalnya semut banget eh smooth banget mendaratnya sampai-sampai tak terasa bahwa pesawat sudah tiba di daratan. Setelah mendarat, kami sempat hendak keluar namun mbak-mbak pramugari cantik lainnya mengingatkan untuk tetap berada di tempat duduk karena pesawat belum parkir dengan sempurna. Hanya berlangsung beberapa menit, kami pun dipersilakan meninggalkan pesawat.
Alhamdulillah, akhirnya kami tiba juga di Aceh. Sebenarnya sih ini bukan pengalaman pertama saya pergi ke bumi serambi Mekah ini melainkan juga bagi Mas Salman dan Mas Fuji. Namanya blogger, enggak lengkap kalau enggak narsis. Sebelum beranjak meninggalkan bandara, tak lupa saya mengabadikan momen di sana. Akan ada cerita apakah di Aceh? Nantikan kelanjutan kisah Kurbanesia Social Trip berikutnya ya.
Bandara kebanggaan warga Aceh (dokpri) |
Berfoto dengan latar belakang Bandara Sultan Iskandar Muda Internasional (dokpri) |
Tak lama setelah tiba di Banda Aceh (dokpri) |
Comments
Post a Comment