Saya telah menjadi blogger sejak 2010. Postingan pertama ditulis pada bulan September. Namun saat itu saya hanya sekadar aktif secara online. Saya hanya menulis apapun yang saya sukai dan sesekali mengikuti kegiatan lomba blog. Begitulah kegiatan yang saya lakukan selama menjadi blogger dalam beberapa tahun. That's it.
Setahun belakangan, tepatnya dimulai pada September 2016 saya baru tahu bahwa blogger itu tidak hanya bisa aktif secara daring alias online melainkan juga bisa secara offline atau luring. Dengan kata lain, blogger tidak hanya bisa aktif di dunia maya saja, tetapi juga bisa di dunia nyata. Realisasinya bisa berupa ajang kopi darat, kegiatan diskusi, seminar dan sebagainya. Intinya, terjadi pertemuan antara seorang blogger dengan blogger atau orang lain. Sejak itu pula saya mengetahui fakta lainnya: ternyata kita bisa mendapatkan "materi" dari ngeblog! Materi di sini tidak hanya dalam arti berupa uang namun juga bisa berupa benda berharga lainnya. Bicara soal uang, siapa sih yang enggak suka?
Setiap blogger memiliki tujuan dan motivasi berbeda tentang kenapa mereka ngeblog. Motivasi ini berdasarkan pada latar belakang dan kebutuhan si blogger masing-masing yang tentu saja tidak bisa disamakan satu sama lain. Ada blogger yang ngeblog karena memang hobi, ada yang ingin belajar menulis, meluapkan ekspresi dan sebagainya. Namun melihat peluang yang ada terlebih di zaman yang serba digital seperti ini, tidak dapat dipungkiri bahwa tidak sedikit blogger yang memanfaatkan peluang ini sebagai "lahan" untuk mencari rezeki. Dengan kata lain, mereka juga menjadikan blogger sebagai profesi. Namanya saja profesi berarti ada sesuatu yang harus dibayar dan tentu saja menggunakan "uang".
Kali ini saya tidak berfokus pada blogger-blogger yang idealis. Lupakan sejenak tentang mereka. Kali ini saya ingin bercerita tentang blogger yang menulis karena ada suatu materi yang ingin didapatkan. Materi dalam hal ini bisa berarti banyak namun dalam arti yang lebih umum, mari artikanlah itu uang. Saya menuliskan ini karena saya juga menjadikan kegiatan blogging sebagai lahan untuk mendapatkan rezeki.
Bagi saya mencari rezeki dengan cara ngeblog itu tidak salah. Menulis blog adalah pekerjaan yang halal dan mulia karena memberikan informasi dan bahkan membantu promosi pihak lain sehingga banyak orang yang mengetahuinya. Saya suka salut malah dengan emak-emak yang turut mencari sesuap nasi dengan cara ngeblog. Sebagian dari mereka sebenarnya berkecukupan dari uang suami dan mereka bisa aja duduk anteng di rumah. Namun ketimbang hanya berpangku tangan dari uang suami, mereka justru memilih untuk melakukan aktualisasi diri dan berkarya sembari mengumpulkan pundi-pundi materi. Sebagian lainnya memang berjuang untuk menafkahi anak dan keluarganya. Caranya? Tentu saja melalui blog. Hal yang salah terjadi jika kita menulis blog dengan cara melakukan copy paste artikel orang dan tanpa mencantumkan sumber. Kalau menulisnya tanpa copy paste, mencantumkan sumber dan sifatnya orisinal kita itu sih enggak apa-apa. Toh karya kita sendiri.
Masalahnya, tidak semua kegiatan yang melibatkan blogger di dunia nyata itu terang-terangan memberitahu bahwa kegiatan ngeblog itu memiliki bayarannya atau justru tidak. Sebagian di antaranya justru abu-abu, tidak jelas sama sekali, apakah ada 'rupiah'nya atau tidak. Bagi blogger yang tidak terlalu memprioritaskan materi sebagai motivasinya dalam ngeblog sih tidak masalah sepanjang mereka memang suka, senang atau butuh akan kegiatan ngeblog tersebut. Namun bagi sebagian
blogger yang memang benar-benar menjadikan blog sebagai lahan untuk
mencari 'sesuap nasi', bagi saya ini suatu ironi.
Tak masalah jika mereka sudah berpengalaman. Hal itu karena mereka tentu sudah tahu rekam jejak dari apakah penyelenggara A memberikan bayaran kepada blogger atau tidak dan begitupun dengan penyelenggara B dan seterusnya sehingga mereka tahu apa langkah yang akan mereka ambil. Akan tetapi bagi blogger yang belum berpengalaman, hal itu tidak mudah. Mereka harus menebak-nebak dan berusaha sendiri mencari tahu apakah kegiatan blog yang mereka ikuti memberikan keuntungan dari segi materi bagi mereka. Akibatnya tak jarang mereka blak-blakan bertanya kepada pihak pengajak atau penyelenggara soal, "Ada fee-nya enggak?". Sebagian lainnya justru lebih memilih "yang penting daftar" karena merasa enggak enak jika bertanya demikian.
Lantas, "matere"-kah, mereka? Bagi saya tidak. Enggak munafik ketika seorang blogger harus mengeluarkan modal untuk mengikuti kegiatan blog yang bisa saja jauh dari rumahnya berharap ada suatu "materi" yang harus didapatkan. Sementara itu dapur harus tetap 'ngebul'. Jika tidak demikian, si blogger akan 'rugi bandar' karena motivasi mereka adalah memang untuk mencari 'sesuap nasi'.
Maka jika ada blogger yang selektif dan enggak sembarangan dalam memilih dan mengikuti kegiatan blog karena lebih memilih yang "berduit" ketimbang yang tidak, enggak berarti mereka itu matere. Blogger itu salah satu profesi. Sebagaimana profesi lainnya tentu ada harga yang harus dibayar. Terlebih jika ada kewajiban menulis yang diberikan kepada si blogger. Bagi saya blogger 'matere' adalah blogger yang tidak punya kapabilitas dan integritas. Misalnya, blogger yang dibayar namun ia tidak menuliskannya di blog padahal ada kewajibannya, blogger yang dibayar tapi menulis asal-asalan dan ternyata melakukan kecurangan atau bahkan blogger yang mau menerima apapun proyek tanpa peduli apakah itu SARA, pornografi, perjudian dan kejahatan lainnya termasuk. Jika si blogger menerima bayaran namun tak ada kewajiban menulis bagi saya sih tidak matere. Toh, enggak ada kewajiban. Terlebih jika si blogger hanya 'lebih memilih' kegiatan blog yang memberikan materi namun punya kapabilitas, tentu bukan blogger matre.
Bagaimana dengan saya? Saya sendiri menjadikan blog sebagai lahan untuk mencari rezeki. Ya, saya menjadikannya sebagai profesi. Beberapa kali saya ngeblog karena saya ingin "dibayar" dan alhamdulillah lumayan untuk kebutuhan kuliah dan menambah uang jajan. Enggak
munafik, saya suka rupiah. Saya harus suka dengan rupiah karena saya masih punya banyak kebutuhan yang tentu saja harus dibayar dengan uang. Itulah kenapa setiap kali ada kegiatan blog yang terang-terangan ada fee-nya atau saya memang tahu bahwa itu ada 'rupiahnya' dan saya memang memenuhi syarat, saya sebisa mungkin mendaftar dan mengikutinya.
Kendati demikian, enggak berarti saya cinta buta akan rupiah. Kegiatan blog yang ada fee-nya hanya soal prioritas, tapi bukan ketentuan mutlak bagi saya. Saya fleksibel. Maka jika ada kegiatan blogger offline yang tidak ada fee-nya namun saya merasa suka, minat dan bahkan butuh akan kegiatan itu, saya tak akan sungkan-sungkan untuk mengikutinya. Jangankan kegiatan yang berkaitan dengan blogger, yang tidak ada blognya juga kok! Beberapa kali saya juga mengikuti kegiatan blog tanpa dibayar. Tentu saja saya mengeluarkan modal yang jika diakumulasikan dari satu kegiatan ke kegiatan lain tidaklah sedikit. Saya berpikir, terkadang kesempatan yang diterima dalam mengikuti kegiatan blog lebih berarti ketimbang menerima secuil rupiah. Nyatanya, rupiah tidak selamanya bisa membayar kesempatan yang bisa jadi datang sekali seumur hidupmu.
Baik blogger yang memang memprioritaskan ingin mencari 'duit' lewat ngeblog atau tidak, mengharapkan suatu "materi yang pantas" dari penyelenggara blog adalah hal wajar dan mereka bukanlah blogger matere. Kita tidak bicara soal apakah si blogger suka, minat atau butuh dengan kegiatan blog. Bukan itu. Bagaimanapun, blogger telah mengeluarkan "modal" dan membantu mensukseskan kegiatan si penyelenggara. Jadi setelah "dibantu" kelancaran dan kesuksesan acaranya oleh para blogger, maka sudah selayaknya blogger mendapatkan perlakuan yang baik dengan pemberian "materi" yang pantas. Tidak harus selalu berupa uang, namun setidaknya pantas. Maka konsumsi dan goodie bag yang 'pantas' seharusnya adalah kewajiban dari penyelenggara jika memang tak 'beruang'.
Saya sendiri punya pengalaman ketika menghadiri kegiatan ulang tahun suatu website penjualan online di sebuah mall. Itu acaranya komersial namun receh sekali. Semula saya ingin menuliskannya di blog. Namun berhubung saya hanya diberikan materi berupa sebuah mug dan voucher senilai Rp 100.000 dengan pembelanjaan minimal Rp 500.000, saya tidak jadi menuliskan kegiatan itu di blog. Apa bedanya dengan jasa menulis blog yang hanya dibayar dengan uang receh yang tersebar di grup facebook? Level saya tidak semurah itu. Seharusnya ada asas untung sama untung antara penyelenggara dan blogger, namun yang saya alami saat itu justru tidak. Sekali lagi, blogger tidak harus menerima keuntungan dalam bentuk uang, namun setidaknya pantas dan layak.
Balik lagi ke pernyataan saya sebelumnya, setiap blogger memiliki motivasi dan tujuan yang berbeda-beda. Kita tidak bisa menyamaratakkannya. Biarlah setiap blogger menentukan prioritas dan pilihannya masing-masing. Setiap blogger sangat boleh untuk benar-benar "mencari uang" lewat jalan ngeblog. Apapun itu, jangan lupakan kapabilitas. Suka dengan uang boleh. Asalkan, lupa untuk meningkatkan atau melakukan upgrade pada kemampuan menulis jangan. Selamat menjadi bukan blogger matre!
Setuju banget...Saya jugaaaa suka rupiah kok..Kalau tidak bagaimana dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari hari?
ReplyDeleteMenurut saya, apabila ada event yang sifatnya "komersil" maka kewajiban dari penyelenggaranya adalah menyiapkan fee bagi para blogger. Asas simbiosis mutualisme harus berjalan secara professional antar kedua pihak. Lain halnya untuk kegiatan yang bersifat sosial, atau memang event yang disukai
Iya aku setuju ka. Kalau sifatnya komersil dan ada kewajiban share di sosmed+nulis blog, sebaiknya memang ada timbal balik yang tentu saja identik dengan rupiah. Soalnya itu sama saja dengan "kerja". Kecuali kalau gak ada kewajiban nulis/share di sosmed, beda lagi ceritanya. Kan si blogger cuman datang aja alias gak mesti ngapa-ngapain. Jadi harus sama-sama untung gitu.
DeleteKalau sifatnya nonkomersial, bener ka, itu beda lagi. Si blogger sebaiknya jangan ngarep lebih walaupun banyak juga sih yang nonkomersial tapi memberikan "materi". :)
Kalau saya melihat profesi blogger itu freelance dan halal. Tapi ada kalanya juga menjadi tidak etis ketika terlalu berharap akan datangnya rupiah yg mengakibatkan para blogger enggan menginformasikan sesuatu yg diketahuinya lalu menyembunyikannya. Karena bagi saya, menutup2i fakta dg menceritakan kebohongan sama hoax nya.
ReplyDeleteJika sifat kegiatannya komersil, misalnya berbau produk, seharusnya sih ada timbal balik dari si penyelengara. Terlebih kalau ada kewajiban menulis. Kegiatan nonkomersial aja kadang ada materinya, bagaimana dengan yg komersial? Kan udah bantu dipromosiin berarti secara gak langsung si blogger udah "bekerja".
DeleteSebenarnya sih gak harus berupa 'rupiah', tapi seenggaknya blogger dikasih timbal balik berupa materi yang pantas dan layak. Kecuali kalau si penyelenggara memang terang-terangan bilang gak ada fee tapi si blogger tetap datang. Ya beda lagi cerita. Soalnya bagaimanapun si blogger udah rela-relain untuk datang ke acara tersebut dan enggak semua blogger datang tanpa pamrih. Beda halnya kalau kegiatan itu bersifat nonkomersil/sosial, ya tentu jangan ngarep rupiah.
Blogger Zaman Now itu termasuk ke dalam profesi 'digital influencer' jadi memang semestinya ada tulisan-tulisan yang harus dihargai saat blogger tersebut ditunjuk menjadi reviewer/buzzer/endorser/content writer karena efek dari tulisan mereka bisa bermanfaat untuk masa mendatang dengan kehidupan berbasis digital yang bisa viral.
ReplyDeleteAdapun untuk ulasan hobi, kegiatan, maupun pengalaman yang kita sukai memang bisa kita pandang dari sisi suatu kesempatan yang mungkin tidak akan datang untuk yang kedua kali.
Yuk, jangan jadi Blogger Matre tapi kita biasakan diri untuk jadi blogger profesional. Ikuti kata hati, tuliskan informasi dengan rinci, dan jadilah inspirasi*
Iya ka sekarang blogger juga bisa jadi profesi. Hayuuk!
DeleteKeren banget tulisan ente..
ReplyDeleteSalam dr blogger yg be different, be creative, beYOUtiful..
Asiik ngalahin Prilly nih kayaknya jadi blogger beYOUtiful xD
Delete