Satu, Ketuhanan yang Maha Esa.
Dua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Tiga, Persatuan Indonesia.
Empat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Permusyawaratan dan Perwakilan
Lima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Siapa yang tidak asing dengan lima pernyataan di atas? Wah, bagi orang Indonesia pasti familiar. Soalnya lima poin tersebut selalu dibacakan dan diucapkan secara bersama-sama ketika upacara dimulai saat sekolah. Saya bahkan sampai hapal di luar kepala loh sampai sekarang! Coba aja tes saya kalau ketemu, saya pasti bisa menyebutkan nilai-nilai pancasila dengan baik dan benar *sombong*
Ilustrasi pancasila (dok. merdeka.com) |
Mungkin memang ada orang Indonesia yang tidak hapal dengan lima nilai yang terkandung dalam pancasila. Namun terlepas hal itu, saya rasa sebagai orang Indonesia tidak awam banget tentang apa itu pancasila. Minimal setiap orang Indonesia tahu bahwa pancasila adalah ideologi dasar negara.
Pancasila berasal dari dua kata, panca yang berarti lima dan sila yang berarti prinsip atau asas. Pancasila lahir pada 1 Juni 1945. Sebuah pidato spontan yang dikemukakan oleh Presiden Soekarno dalam persiapan kemerdekaan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia menjadi cikal bakalnya. Nah, sejak itulah pancasila menjadi bagian dari kehidupan di negeri ini dan bahkan usianya sama dengan HUT Kemerdekaan RI.
Soekarno, pencetus utama dari lahirnya Pancasila (dok. tidak diketahui sumber originalnya) |
Pancasila bukanlah tempelan semata. Pancasila adalah bagian dari kehidupan kita. Oleh karena itu sebagai bangsa Indonesia, sudah seharusnya kita mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, sila pertama dalam pancasila berbunyi "Ketuhanan yang Maha Esa". Nah, jika kita menerapkan pancasila dalam kehidupan, maka sudah seharusnya kita saling menghargai kehidupan antarumat beragama.
Caranya? Mudah kok. Minimal mengucapkan selamat hari raya saat teman kita merayakan hari raya namun berbeda agama dengan kita. Minimal kita mempersilakan teman kita untuk beribadah sesuai dengan keyakinannya. Atau bahkan minimal kita jangan memperkeruh keadaan deh dengan menyebar hoax di media sosial yang berkaitan dengan agama, juga cara termudah bagi kita kok dalam mengimplementasikan nilai-nilai dalam pancasila! Begitu pun dengan nilai-nilai dalam pancasila lainnya. Intinya, jika kita mengimplementasikan pancasila dalam kehidupan sehari-hari, maka kita tetap merawat kebhinekaan Republik Indonesia.
Indahnya hidup jika saling menghargai perbedaan (dok. Duta damai Indonesia) |
Sayangnya, itu masih menjadi PR besar. Semakin canggihnya teknologi, seharusnya semakin membuat orang berpikir kritis dan peduli dengan orang lain. Namun kenyataannya, masih banyak orang Indonesia yang abai akan pancasila.
Bertengkarnya satu sama lain hanya karena hoax tentang agama, terjadinya diskriminasi karena rasnya berbeda bahkan hingga terjadinya tindakan main hakim sendiri ketika ada orang yang berbuat salah adalah segilintir contoh tentang betapa mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan masih menjadi mimpi di republik tercinta ini. Kalau kata polwan yang sempat hits beberapa waktu lalu, "Di situ saya merasa sedih." Hiks.
Merayakan Pancasila lewat Film
Demi meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mewujudkan nilai-nilai pancasila dalam keseharian, kita tidak bisa tinggal diam. Sebuah 'perayaan' akan lahirnya pancasila pun perlu dilakukan. Untuk itulah kelima sutradara Indonesia yang terdiri dari Shalahuddin Siregar, Tika Pramesti, Lola Amaria, Harvan
Agustriansyah, dan Adriyanto Dewo pun merayakannya dengan menciptakan film "Lima".
Poster film "Lima" (dok. suara.com) |
Terlaksananya pemutaran film ini pun tak terlepas dari adanya dukungan dari Shopback selaku salah satu sponsor. Shopback sendiri adalah salah satu portal e-commerce asal Singapura yang memanfaatkan program komisi cashback. Bersama teman-teman blogger lainnya, saya beruntung dapat menyaksikan pemutaran film ini pada 1 Juni 2018, bertepatan dengan hari lahirnya Pancasila di Jakarta Theather, Sarinah, Jakarta.
Shopback, layanan e-commerce dengan keuntungan dapat cashback (dok. Shopback) |
Sesuai judulnya, film "Lima" adalah film serba 'lima'. Selain disutradarai oleh lima sutradara, film ini juga diperankan oleh lima aktor dan aktris, yakni Tri Yudiman (Maryam), Prisia Nasution (Fara), Baskara Mahendra (Adi), Yoga Pratama (Aryo) dan Dewi Pakis (Ijah). Menariknya, setiap tokoh menggambarkan masing-masing dari setiap sila yang ada dalam film "Lima". Wuiiih!
Semakin menarik film ini karena salah satu tokohnya diperankan oleh Prisia Nasution. Sebagai salah satu bintang film papan atas, rekam jejak Prisia tidak perlu diragukan lagi. Selain sering berperan di berbagai FTV, ia juga sering menjadi artis dalam film-film ternama Indonesia. Sebut saja film "Sang Penari", "Sokola Rimba", "Recto Verso" dan bahkan film bergenre komedi "Comic 8: Casino King Part 1".
Berbagai penghargaan yang diterimanya seperti Piala Citra untuk Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam FFI 2011, Piala Citra untuk Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam FFI 2014 hingga Aktris Terfavorit dalam Indonesian Movie Awards 2014 semakin memperkuat kualitas film "Lima" karena tidak dimainkan oleh sembarang pemain.
Prisia Nasution, pemeran utama dalam film "Lima" (dok. The Sun Photo) |
Lalu tentang apa sih film "Lima"? Film "Lima" sendiri bercerita tentang kehidupan kakak-beradik yakni Fara selaku anak pertama, Aryo selaku anak kedua dan Adi selaku anak terakhir. Semula kehidupan mereka berjalan lancar. Namun setelah ditinggal oleh ibunya, Maryam (Tri Yudiman), perlahan demi perlahan kehidupan mereka bersinggungan dengan nilai-nilai dalam pancasila. Tak terkecuali dengan Ijah yang tak lain adalah pembantu mereka.
Wafatnya Maryam membuat sila "Ketuhanan yang Maha Esa" melekat dalam kehidupan mereka. Faktanya, hanya Maryam dan Fara saja yang beragama Islam, sedangkan Adi dan Aryo beragama kristen. Adanya perbedaan agama ketika sang ibu meninggal menimbulkan polemik karena baik Fara yang seagama dengan ibunya dan baik Adi dan Aryo yang berbeda agama memiliki cara pandang masing-masing dalam mengebumikan sang ibu. Kendati sempat berselisih pendapat, beruntung pemakaman sempat berjalan dengan lancar.
Baskara Mahendra, pemeran Adi dalam film "Lima" (dok. matamata.com) |
Bagaimana kelanjutannya? Wah, nonton sendiri saja dong ya. Nanti spoiler dong kalau dikasih tahu semua. Intinya film ini akan membawa kita dari satu sila ke sila lain saat kita menontonnya. Enggak usah khawatir bakal susah memahami kok karena film ini justru mudah sekali untuk dipahami.
Walau pesannya bagus, sayangnya, beberapa adegan dalam film ini ada yang kurang pas dan lebay serta pemilihan pemerannya menurut saya kurang pas. Salah satunya adalah adegan saat ada seseorang yang dikejar-kejar karena dituduh maling. Begitu orang tersebut dihajar dan babak belur, akhirnya ketahuan bahwa ia hanya mencuri buku tulis untuk anaknya.
Dengan latar tempat di Jakarta, menurut saya lebay ketika ada seseorang terpaksa mencuri buku tulis demi anaknya. Entah sih kenyataannya ada atau enggak, tapi kayaknya sih tidak sampai ada orang mencuri buku tulis seperti itu. Saya juga merasa adegan buku dengan gambar pancasila terbakar saat si pencuri ketahuan juga terkesan dramatisir.
Selain itu pemilihan Bi Ijah yang diperankan oleh Dewi Pakis menurut saya kurang tepat. Dalam film, Bi Ijah diceritakan memiliki dua orang anak dengan usia di bawah 17 tahun. Salah satunya duduk di bangku SMA, satunya lagi malah tampak seperti anak SD.
Dari segi tampilan dan fisik yang lebih tua, Bi Ijah tidak cocok memerankan ibu dengan anak belasan tahun alias 'ketuaan'. Dengan pemilihan peran Dewi Pakis, Bi Ijah lebih cocok menjadi seorang nenek atau seorang ibu yang memiliki anak yang telah berusia dewasa, dan bukan anak yang masih kecil dan di bawah umur.
Dari segi tampilan dan fisik yang lebih tua, Bi Ijah tidak cocok memerankan ibu dengan anak belasan tahun alias 'ketuaan'. Dengan pemilihan peran Dewi Pakis, Bi Ijah lebih cocok menjadi seorang nenek atau seorang ibu yang memiliki anak yang telah berusia dewasa, dan bukan anak yang masih kecil dan di bawah umur.
Salah satu adegan dalam film "Lima" ketika Maryam, sang ibu meninggal (dok. harnas.co) |
Dari segi alur, film ini memang cenderung datar. Namun bagi saya tidak masalah karena itu tidak mengurangi esensi dan kelebihan dari film ini. Secara keseluruhan saya suka dan untuk film ini saya berikan nilai 7.5 dari skala 1-10.
Hadirnya film "Lima" adalah hal yang patut kita apresiasi. Melalui film tersebut kita harus sadar bahwa pancasila bukan sekadar ideologi semata melainkan nilai-nilai yang harus dirayakan dan diamalkan. Bagaimana pun, masa depan bangsa ini tergantung dari bagaimana kita mengimplementasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga lahirnya film "Lima" dapat menjadi inspirasi bagi setiap orang Indonesia untuk terus mengimplementasikan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari dan semakin banyak pula karya yang menyisipkan nilai-nilai pancasila ya!
Setuju banget kakak...betapa indah dan damainya jika nilai pancasila tidak hanya sekedar menjadi hafalan pelajaran di sekolah ya kak... Selama ini aku merasakan nilai pancasila terimplementasi dalam kehidupan ku sehari-hari oleh orang-orang di sekitarku.. XD
ReplyDeleteIya, pancasila jangan dihapal doang seharusnya tapi juga harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari :D
DeleteSaya sudah nonton film LIMA, hiks ikutan terbawa dalam agedan2nya. Film ini recommended banget deh buat ditonton keluarga Indonesia
ReplyDeleteIya mbak. Aku juga suka. Filmnya sederhana tapi bermakna ya. Anak-anak wajib nonton film ini nih biar mereka makin cinta pancasila dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
DeleteSemoga rakyat Indonesia bisa menjunjung nilai Pancasila, semenjak medsos dan hoax merajalela kepalaku jadi cenut2 membaca pertikaian online 😣
ReplyDeleteKerennn ada dilm begini
ReplyDeleteSemoga perfilman indonesia makin rajin produksi film2 yang membawa pesan kerukunan unat beragama di Indonesia ya ..
Dan ini aktor aktris pilihan film ini passsss bangett . Wajib nonton emangg
Penasaran sama filmnya kayaknya bagus ya jadi menambah rasa persatuan dan paham bhineka tunggal ika.
ReplyDeletePEnting sekali film ini untuk mengingatkan kita pada pengamalan nilai nilai Pancasila dalam kehidupan sehari hari. Memupuk rasa bhineka tunggal ika dalam hidup di zaman modern. Semoga bisa menginspirasi banyak sineas untuk membuat film bertema kebangsaan lagi
ReplyDeletePancasila sebagai dasar negara Indonesia mengandung nilai-nilai luhur yang perlu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Perbedaan yang ada bukanlah sesuatu hal yang perlu diperdebatkan, tapi justru semakin memperkaya khazanah budaya Indonesia :)
ReplyDeleteSaling menghormati perbedaan yang ada dan menghargai pendapat orang lain yang berbeda menjadi ciri kalau kita masih memegang teguh Pancasila sebagai ideologi Bangsa.
ReplyDeleteIni beredar di bioskop tertentu saja ya film nya, aku pingin nonton tapi udah turun layar.. huhu..
ReplyDeleteTerus terang kalau baca sinopsisnya ada bbrp yg saya kurang sreg dr film ini. Tapi moga2 pesannya sampai, salah satu yg penting saling menghormati antara umat beragama dan enggak turut campur urusan ibadah.
ReplyDeletejika pancasila sudah ada dalam hati setiap warga negara Indonesia, InshaAllah akan berperilaku pancasila dimana-mana tidak hanya sekedar hafalan saja tapi bisa mengamalkannya dalam setiap kehidupan kapanpun Dan dimanapun ya.
ReplyDeleteAku ngerasa kok film ini seperti sebuah keterpaksaan..ya.
ReplyDeleteMungkin karena ada tanggapan miring soal intoleransi yg ditujukan pada satu kelompok agama..
Padahal sejak dulu kala..Indonesia aman2 aja tuh...damai selalu.
Tapi semoga harapan film ini tercapai..kita selalu damai..,