Ilustrasi media sosial (dok. pixabay) |
Tahun 2013 saya pernah tergabung di sebuah komunitas budaya. Namun saya hanya aktif selama 1,5 tahun saja.
Setelah tidak aktif lagi, saya kehilangan kontak dengan teman-teman yang ada di sana. Tiga tahun setelah keluar, tiba-tiba seorang teman di komunitas tersebut yang telah lost contact dengan mengirimkan pesan. Ia menyapa saya melalui direct message instagram dengan isi kurang lebih berbunyi, "Halo Val, masih inget gue gak?"
***
II.
Saya suka berselancar di facebook. Saking sukanya, saya sering menuliskan berbagai status, entah yang berkaitan dengan pengetahuan atau pengalaman di sana.
Hari-hari berjalan seperti biasa. Sampai pada akhirnya saya kaget karena tiba-tiba seseorang mengirimkan pesan ke saya yang isinya kurang lebih berbunyi, "Val, kamu bisa ikut ke acara X?"
***
III.
Saat remaja, saya pernah mengalami masa yang menggebu-gebu. Saya punya keinginan dan berusaha ingin mewujudkannya. Namun ketika melihat pencapaian orang lain, tak jarang saya merasa insekyur sehingga beranggapan jangan-jangan saya bakal gagal mencapainya.
Tanpa diduga, seseorang mengirimkan kata-kata yang tidak saya pikirkan sebelumnya. Sejak itu saya sudut pandang saya jadi berubah.
***
Itulah tiga pengalaman saya terkait media sosial. Dari apa yang saya alami, saya merasa bahwa media sosial memiliki berbagai dampak positif yang saya sebut sebagai 3M.I. Menyatukan (silaturahmi)
Pertama, adalah menyatukan. Media sosial bermanfaat dalam menyatukan tali silaturahmi, dari yang semula renggang menjadi lebih lekat. Dari yang semula belum kenal, jadi saling mengenal.
Pada cerita I. saya bercerita bahwa saya pernah lost contact dengan teman saya di sebuah komunitas karena saya sudah tidak aktif lagi di sana. Namun 2 tahun kemudian, saya dengan teman saya tersebut berhasil menjalin silaturahmi kembali padahal sebelumnya kami sempat kehilangan kabar satu sama lain.
Pertanyaannya, tahu darimana teman saya tentang kontak saya? Apakah ia mencari nama saya di instagram?
Ternyata, ia tahu akun IG saya berawal dari ketidaksengajaan berdasarkan postingan IG feed teman saya yang lain yang kebetulan melintas di beranda instagramnya.
Jadi, tahun 2016 saya pernah jadi relawan di KPK untuk Indonesia International Book Fair 2016. Pada acara penutupan, para relawan sempat berfoto bareng. Tata, teman relawan saya kebetulan mengunggah foto tersebut di IG feed dengan memberikan tag pada foto tersebut.
Tata mungkin hanya sekadar memosting foto saja dan tidak ada maksud lain. Namun tak disangka, postingan Tata di IG ternyata menjadi perantara yang membuat jalinan silaturahmi saya dengan Ka Oo, teman saya di komunitas terjalin kembali.
Hal itu dikarenakan Ka Oo dan Tata saling berteman di instagram. Saat ka Oo melihat foto Tata, ia mengenali bahwa ada saya di sana. Nah, dari situlah akhirnya ia mengetahui akun IG saya sehingga menghubungi saya melalui DM. Sejak itu, hubungan silaturahmi yang sempat terputus menyatu kembali.
Contoh yang saya alami terlihat sepele. Namun dari sini saya jadi sadar bahwa media sosial memegang peranan besar dalam menyatukan silaturahmi yang pernah terputus. Jangankan postingan diri sendiri, postingan orang lain di media sosial ternyata bisa jadi perantara perkenalan atau bahkan penyatuan silaturahmi kembali yang sempat terputus.
II. Memperluas (rezeki)
Percayakah kamu bahwa media sosial dapat bermanfaat sebagai ajang untuk memperluas peluang rezeki? Sebagai orang yang pernah mengalaminya sendiri, saya amat percaya seperti yang telah saya ceritakan pada poin II.
Saat saya berusia 18 tahun, saya pernah iseng-iseng menulis status dalam bahasa Inggris. Tidak ada maksud apapun, hanya mencurahkan opini dalam bahasa Inggris saja.
Tanpa saya sadari, status saya berbuah rezeki. Seorang pembina sebuah forum yang berteman dengan saya di facebook membaca status saya.
Menilai bahwa saya bisa berbahasa Inggris, akhirnya ia mengajak saya untuk ikut sebuah kegiatan anak berskala nasional. Kebetulan, ia sedang butuh remaja yang bisa berbahasa Inggris untuk mewakili DKI Jakarta.
Mendapatkan kesempatan langka untuk berpartisipasi di sebuah acara berskala nasional tentu tak bisa saya sia-siakan begitu saja. Alhasil, saya terima tawarannya.
Berpartisipasi di acara berskala nasional hanya gara-gara saya menulis status bukan satu-satunya peluang rezeki yang saya dapatkan karena aktif di media sosial.
Tahun 2019 saya juga pernah mengalaminya. Karena sering mengupdate link blog di facebook, seorang teman facebook yang kebetulan senior saya menawarkan proyek kampanye sebuah brand masak yang melibatkan 400 partisipan. Karena nominalnya menggiurkan, akhirnya saya menerima tawaran tersebut.
III. Memperkaya (pengalaman, pengetahuan dan sudut pandang)
Dampak positif berikutnya yang saya rasakan selama aktif di sosial media adalah sebagai pengguna, saya dapat memperkaya sudut pandang dan pengalaman saya jadi lebih beragam. Inilah yang saya ceritakan pada poin no. III. Hal ini akhirnya membuat saya jadi tidak mudah menghakimi dan lebih bijak dalam menanggapi sesuatu.
Saat remaja dan usia 20-an awal, saya sering mempertanyakan arti dari kesuksesan. Dengan segala kekurangan yang saya miliki, saya bahkan terkadang insekyur begitu melihat pencapaian orang lain. Saya juga suka bertanya-tanya kepada diri saya sendiri, apakah saya bisa sukses? Bagaimana jika di masa depan saya ternyata gagal? Bagaimana kata orang jika saya tidak sukses?
Galau dan insekyur akan masa depan diri sendiri, saya akhirnya mencurahkan apa yang saya rasakan di media sosial. Namun pada akhirnya seseorang memperkaya sudut pandang saya tentang arti kesuksesan. Kak Ayu, teman saya yang berusia lebih tua dari saya membalas status saya seperti ini:
Kesuksesan adalah tolak ukur diri orang lain. Kepuasan batin adalah tolak ukur diri sendiri.
Kata-kata yang kak Ayu ucapkan mungkin tampak sepele. Namun pernyataan tersebut berhasil memperkaya sudut pandang saya tentang arti kesuksesan. Saya jadi sadar bahwa saya tak perlu ngotot untuk melakukan sesuatu agar bisa sukses karena pada akhirnya kesuksesan adalah tolak ukur orang lain. Dibanding memenuhi takaran kesuksesan menurut orang lain, saya berpikir bahwa saya hanya perlu mengejar kepuasan batin.
Di samping sudut pandang, saya merasa bahwa media sosial juga berperan dalam memperkaya pengalaman dan pengetahuan. Berkat media sosial Indozone misalnya, saya jadi tahu tentang update berita-berita terkini dan pengetahuan yang belum saya ketahui sebelumnya.
Postingan di bawah ini misalnya.
Salah satu contoh postingan Indozone di media sosial yang memperkaya pengetahuan saya. (dok. Indozone) |
Postingan di bawah ini juga tak kalah bermanfaatnya dalam memperkaya pengetahuan saya tentang update berita terkini.
Salah satu postingan Indozone yang memperkaya pengetahuan saya (dok. screenshot pribadi) |
Dari postingan sosial media Indozone yang satu ini, saya jadi tahu tentang perkembangan terkini tentang apa yang terjadi di dunia. Meski masih pandemi, ternyata jamaah umrah tidak melakukan social distancing saat melakukan ibadah di Mekkah.
***
Pada dasarnya, sosial media bagaikan dua sisi mata uang. Di satu sisi memiliki dampak positif, di sisi lain memiliki dampak negatif.
Dengan pesatnya perkembangan teknologi, tak bisa dipungkiri bahwa media sosial turut membawa berbagai dampak positif dalam kehidupan. Sebagai penggunanya, tugas kita adalah bagaimana menggunakannya dengan bijak agar dampak positifnya dapat terasa maksimal.
Banyak kisah yang berhubungan dengan sosial media. Kisah penuh inspiratif. Inilah yang bisa diambil hikmah dan kita sendiri juga bisa menambah rezeki .
ReplyDelete